(letter for my friends) |
Dahulu saya telah teracuni oleh sebuah hubungan persahabatan yang mungkin masih ecek-ecek orang bilang, tapi persahabatan itu sudah menjadi bagian dari jiwa saya dan saya menyadari itu. Sangat terkesan norak memang ketika mengingat-ingatnya, tapi itu sebuah catatan nyata yang tidak mau saya sangkal begitu saja.
Saya pun pernah menuangkan cerita ini pada sebuah puisi amatir tentang persahabatan saya itu dan kini saya pun belum bosan untuk membaginya dengan menjudulinya racun dijiwa saya. Siapa yang tidak mengetahui apa itu racun??, semua orang bahkan paham walau hanya selintas saja, karena sangat pasti setiap orang mengetahui bahwa racun adalah zat yang berbahaya dan mudah menyebar didalam tubuh dan dengan seketika kita meninggalkan raga kitaa. Tapi menurut saya tidak selamanya racun itu berkonotasi membuat kitaa meninggalkan raga kita, saya memiliki racun didalam pikiran saya yang mana malah membawa sesuatu masuk dan merasuk ke jiwa saya. Racun persahabatan.
Kami berlima saling mengenal selama setahun pada kelas yang sama dengan berbagai macam karakter, suku, agama, warna kulit, bahkan kemampuan dalam mencerna pelajaran yang juga berbeda pula tapi itu indah dan kami tidak melihat perbedaan itu sampai sekarang, bagi saya entah si islam mau dikatakan agama radikal namun bagi saya mereka sahabat saya yang tidak memandang hina saya pula, entah si tionghoa dikatakan pendatang yang tidak tahu diri pada pribumi kala itu namun untuk saya dia sosok dewasa yang mengontrol kami yang lainnya. Itulah perbedaan suatu hal yang bagi saya dapat menjadi racun baik dan racun jahat, ketika kita berpandangan sebatas apa yang bisa kita lihat maka perbedaan akan mudah merusak hidup kita dalam beberapa waktu saja namun ketika kita memaknai suatu perbedaan sebagai pelajaran untuk dipelajari setiap detailnya maka racun itu akan mendarah-daging dan menjadi jiwa anda.
Entah bagaimana awalnya kami menjadi sahabat sekarib waktu itu, yang jelas semua terjadi secara alamiah pada saat kami menduduki bangku kelas 2 SMA. Kami disatukan tidak berdasarkan pilihan kami, menurut kriteria kami ataupun melalui sistem seleksi, kami dikumpulkan oleh-Nya.
Saya masih merasakan kekonyolan yang berhasil kami buat untuk mewarnai persahabatan itu dipendewasaan diri saya prinadi dan saya terus berjuang mengingatnya menjadi catatan kecil dimemori otak saya, ketika berkumpul diloteng rumah Ajenk tengah malam sampai sang ayah menegur, ketika berlomba-lomba menjadi yang terbaik dengan (dulu adalah) saingan 3jack, ketika saya dan Jessica melihat foto Teguh dan keluarganya dirumahnya yang (menurut kami waktu itu) cukup unik, ketika saya dan Ajenk jatuh dari motor kemudian Adit dan Jessica datang menahan tawa karena melihat secuil rumput menancap dihelm saya, ketika saya dengan bodohnya memastikan (padahal sudah pasti) air digelas plastik adalah air seni yang rupanya kepunyaan dari Roy, ketika kami melakukan kamping serba-salah akibat panas (berteduh dibawah pohon ada bau aneh jika ketempat lain akan tersengat), ngumpul di rumah Ajenk dan bercerita super ngelantur yang topiknya dibuka oleh Adit kemudian Jessica tersinggung saya hanya tertawa roy sibuk dengan melirik kami yang masih dengan kekonyolan kami dan Ajenk sibuk membuat teh yang super panas, belum lagi kekonyolan saya dan Jessica dalam menggunakan gedget ter-update (untungnya sekarang kami tidak gaptek lagi), ya..... saya terus mengingat itu....mengingat kekonyolan memalukan yang mampu dilakukan oleh kelima orang yang sama sekali tidak kemiripan apalagi hubungan darah.
Kalian menjadi racun dihidup saya ketika suatu saat saya termangu sendiri dan mencari sosok yang saya harapkan hadir untuk menghibur membuat kekonyolan seperti dulu, seperti dulu yang mungkin saja tidak dapat kita ulangi karena kita tidak boleh menyangkal proses pendewasaan diri. Nanti jika kita bertemu saya akan menemukan sosok Nugraha Dwi Aditya yang berbeda, sosok Jessica Nahdatia S.L. yang mendekati sempurna, sosok Ciputri Vidya Pramudita yang kuat dan sosok Roy Syahputra yang semakin dewasa. Sosok-sosok itu tentu tidak lagi kembali ke masa-masa kekonyolan SMA tapi saya harap sosok-sosok yang saya ukir namanya ini masih mau mengenang masa-masa kekonyolan, kebersamaan dan pengukiran harapan yang tidak sama sekali memandang dan membawa perbedaan perbedaan yang ada. Saya sangat berharap kalian mau mengenangnya dan mau tidak melihat perbedaan diantara kita ditengah kejamnya dunia yang kian hari kian menghakimi perbedaan itu sendiri.
Best regards,
Forman Novrindo Sidjabat
please reply my letter
AKU CINTA KALIAN SEMUA SAHABAT-SAHABAT KONYOLKU :)
ReplyDeleteingat ngak kejadian WADUK BERBISIK ...........??
ReplyDeleteoohhh,,,unforgetableeeee !!!!!!!
Persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangannya
ReplyDelete