Monday, September 22, 2014

Menulis Ilmiah itu Seru

Saya mau berbagi pengalaman bagaimana saya akhirnya tertarik menulis ilmiah.
logo
Semuanya dimulai dari keinginan saya untuk bisa membuat poster ilmiah untuk dipresentasikan. Pada waktu itu saya mendapat info adanya Seminar Internasional yang diadakan oleh Universitas Negeri Semarang tentang Kesehatan Masyarakat dan Edukasi. Kebetulan penelitian S1 saya mengenai hal itu, maka mulailah saya membuat dan merangkai abstrak sesuai yang diminta panitia. Disaat bersamaan pun saya membuat untuk memasukkannya di Konfrensi Kesehatan Masyarakat di Malaysia (sayangnya walaupun saya diterima di konfrensi itu tapi saya tidak bisa menghadirinya karena masalah pembiayaan).
Alhasil saya menjadi peserta presentasi Poster di acara ISPHE (International Seminar on Public Health and Education). Dengan poster penelitian saya yaitu "do child to child approach can prevent dengue fever?". Paper saya masuk kedalam prosiding seminar dan menjadi prosiding saya yang pertama. Hal ini menjadi penyemangat saya untuk terus membuar karya ilmiah.
Jadi menurut saya seperti halnya yang lain sesuatu itu akan menjadi seru jika ketertarikan timbul dari dalam diri kita. Dulu saya sangat berat sekali membuat karya ilmiah karena menurut saya pada saat itu karya ilmiah adalah sebuah "tugas".
Siapa sih diantara kita yang suka dengan semua yang berembel-embel "tugas". Sepertinya tidak ada waktu santai, terbebani, dikejar deadline dan lainnya. Tapi sekarang saya sangat tertarik dengan karya ilmiah. Inilah yang pada akhirnya membuat karya ilmiah itu menjadi seru. Saat ini saya menyadari bahwa dalam membuat karya ilmiah kita sebenarnya sedang berkreasi bahkan diawali dengan berimajinasi. Berimajinasi tentang bagaimana menulis karya ilmiah, bagaimana sebuah masalah kita pecahkan dan dimulai dengan melakukan investigasi terhadap masalah yang menurut kita penting dibahas, serta melakukan eksplorasi terkait masalah itu mulai dari mencari teori/refrensi dan data.
Mindset inilah yang perlu kita miliki masing-masing. Motivasi inilah yang harus kita timbulkan secara internal. Mungkin saya merasa menulis ilmiah itu seru karena saya meyakininya sebagai suatu tindakan berkreasi dengan melakukan investigasi dan eksplorasi. Mungkin juga teman-teman memiliki motivasi yang berbeda, tapi tetap utamakan mindset bahwakarya ilmiah bukanlah sebuah tugas.
Efeknya sekarang saya merasa seperti Professor saya di perkuliahan S2 saya. Alhasil menjadi seorang Professor kini jadi impian saya, impian yang timbul secara tidak langsung akibat menulis ilmiah.  Kalau saat ini karya ilmiah saya kirim ke tiap semianar yang ada belum tentu di tahun berikutnya hal sama terjadi. Saya sendiri telah menemukan tempat yang tepat untuk suatu saat saya jadikan tempat karya ilmiah saya bertengger, namanya www.bimkes.org sebuah website karya ilmiah berkala yang menampilkan jurnal-jurnal ilmu kesehatan seperti bidang kesehatan masyarakat, kedokteran, kedokteran gigi, kebidanan, keperawatan, farmasi dan lainnya. Selain bisa mengirim hasil karya ilmiah, di www.bimkes.org ini kita bisa menemukan refrensi untuk karya ilmiah yang ingin kita buat.
So, paket lengkap dengan akses mudah sudah ada di depan mata, lalu apa yang membuat Menulis Ilmiah itu Tidak Seru ? Ada?, sebenarnya sih ada yaitu Faktor Internal kita. Dosen saya menyampaikan faktor utama itu ialah rasa MALAS. Kalau ada yang memudahkan kenapa rasa malas gak kita lawan. Ayo mulai dicoba menulis karya ilmiahnya ya kawan, jangan lupa ada www.bimkes.org kalau mau cari jurnal, refrensi dan kalau mau mengirim draft biar terbit di @BIMKES :)

Tuesday, November 19, 2013

HIV/AIDS: CD4 bukan Celana Dalam 4 kali pakai

Beberapa waktu lalu saya sempat mengulas tentang prinsip penularan HIV/AIDS atau biasa disingkat ESSE, jika ingin membaca silahkan klik disini untuk membaca ulang.
Nah pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan mengenai Sel Darah Putih yang menjadi tempat persinggahan si Virus bernama Human Immunodeficiency ini. Baiklah saya akan menjelaskannya dengan sedikit lebih ringkas dan tidak ilmiah agar mudah dimengerti. 


Jadi begini, si virus sebut saja dia HIV, akan masuk melalui beberapa perantara salah satunya darah, dan dia akan menyerang atau berkembang biak pada Sel Darah Putih, nah sel darah putih biasa disebut di dunia kesehatan dengan nama kece yaitu Limfosit. Limfosit sendiri sebenarnya ada 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T, disebut limfosit B karena produksinya berada di Bone Marrow (sumsum tulang belakang) si limfosit B yang kemudian dipanggil Sel-B ini berfungsi untuk menghasilkan antibodi yang akan melawan patogen yang memasuki tubuh manusia. Sementara si Limfosit T yang biasa disapa Sel-T juga diproduksi di sumsum tulang belakang tapi mengalami pematangan pada kelenjar Thymus (T), Sebenarnya Sel-T sendiri kelompokkan menjadi 3, yaitu:

Thursday, October 31, 2013

HIV dan antara Ketidak-tahuan dan Ketakutanmu?

Siang itu saya mendapatkan LED Blackberry saya berkedip. Saya meyakini sebuah notifikasi baru masuk, tepat saya menemukan kenalan saya menanyakan beberapa hal seputaran HIV/AIDS, bukan tanpa alasan dia bertanya tapi hal itu dikarenakan ketakutannya dan dalam kondisi yang terdesak. Bagaimana saya bisa tahu, jelas karena kalimat pembuka perbincangan kami.
 
"Sepupu aku kena HIV/AIDS"

Dia ketakutan dan dengan tenang saya menjawab "Sepupu dimananya" maksud hati untuk mengondisikan suasana perbincangan agar lebih terarah.

"Sepupuku yang dibanjarmasin, dia lulus D1 dari bekasi dan ditempatkan di Jakarta tapi pindah-pindah, sudah ODHA timbul ruam-ruam dimulut."

Simpel tapi bukan meremehkan saya melempar pertanyaan "Gak minum ARV apa bang?"

"Itu obat bisa menyembuhkan kah?, udah komplikasi dia sampe Hepatitis typus katanya, banyak lagi pokoknya komplikasi." jawabnya membobardir layar smartphoneku.

"CD4nya gimana emang?" saya masih mencoba menelisik lebih dalam. Ingin tahu, maklum baru pertama kalinya saya mendapatkan hal ini langsung.

"CD4 itu apa?" Tanyanya lagi

"CD4 itu salah satu sel darah putih, kalau gak salah jumlahnya harus >350"

"350 juta?"

........

Perbincangan dengan media ketik mengetik itu berakhir dan sesaat setelahnya telpon genggam saya itu berdering kencang, berulang kali. Nomor yang tak saya kenal. Ternyata kenalan saya itu, sengaja ia lakukan untuk menuntaskan dahaga ketidak tahuannya pada HIV/AIDS. Perbincangan kami cukup lama hingga suatu kata muncul darinya.

Saturday, September 21, 2013

R [ A S A ]

Bila rasa tidak ada apakah akan ada asa?.

Bila asa telah lenyap apa jadinya rasa?.

Rasa dan asa itu bagai kamu dan aku, satu.

Hanya kepada rasa saja pantas memberi asa.

Sebuah sebab dan akibat layaknya Hawa yang tercipta karena hadirnya sang Adam di Dunia.

Tak terpisahkan seperti lingkaran yang tak berujung, bisakah kau menuemukan ujungnya?

Itulah rasa dan asa yang berputar pada porosnya terus menurus, berkaitan dan kokoh.

Jangan kau pandang hina sebuah rasa yang menimbulkan sebuah asa dalam bongkah usaha.

Walau terhenti pada penantian, menanti dengan asa bersama rasa tetap istimewa.

Tapi jangan kira rasa itu hanya bermuara padamu.

Sulit diterka, begitu banyak hal yang menuntut rasa, dan kepadanyalah asa bermuara.

Jadi jangan sangka rasa ini sempurna kepadamu karena akupun tak mampu menerka.

Seperti bulan yang tak akan berdampingan dengan matahari.

Maka akan demikianlah aku kepadamu.

Karena tiba waktunya jika asa berpihak pada rasa berbeda maka demikianlah bulan menyadari bintanglah yang mendampinginya.

Aku menunggumu seperti dirimu menunggu hingga kapan rasa ini berpindah.

Namun bila tiba saat berpindah bukan aku berputus asa.

tapi rasaku menemukan ribaannya.