Patah arang siapa pun pasti pernah merasakannya, tidak akan ada yang bisa memungkiri hal tersebut patah arang adalah sebuah rasa, dan rasa adalah sesuatu yang abadi, sehingga jelas bahwa patah arang tidak akan pernah hilang di dunia ini.
Di Medan dulu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudoyono pernah menyemangati bangsa ini agar tidak pernah menjadi bangsa yang pesimistis. Ini adalah bukti bahwa dibelakang kita, disamping kita, dan disekitar kita masih banyak orang-orang yang akan memberikan telapak tangannya ketika kita terjatuh, namun syarat untuk memperoleh itu adalah sebuah keterbukaan untuk mengerti dan dimengerti.
Setiap manusia itu diciptakan berbeda satu sama lainnya, bahkan kembar identik sekalipun memiliki perbedaan. Setiap individu itu unik dengan karakternya masing-masing. Kesadaran atas perbedaan itulah yang menjadikan kita memiliki keinginan untuk ‘di’ Berarti bukanlah suatu kesalahan jika setiap manusia memiliki kecenderungan itu. Tapi perlu juga dipahami bahwa kecenderungan tersebut terikat dengan kecenderungan orang lain. Dengan kata lain, Jika hubungan antar manusia dianologikan sebagai transaksi, maka agar transaksi tersebut dapat berjalan dengan lancar, dibutuhkan dua orang atau lebih untuk berperan sebagai si pemberi dan si penerima. Atau jika hubungan antar manusia dianalogikan sebagai magnet, maka agar terjadi tarik-menarik yang kuat pada magnet tersebut, dibutuhkan dua kutub magnet yang berbeda yaitu kutub positif dan negatif.
Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah : Apakah jika semua orang ingin ‘di’ hubungan antar manusia bisa terjalin dengan harmonis?. Jawabannya pasti ‘tidak’ karena hubungan tersebut kehilangan satu peran penting, karena medan magnetnya kehilangan satu kutub. Bisakah hubungan tercipta jika semua ingin diberi (pasif)? Lalu siapa yang akan memberi (aktif)?. Sepintas, keinginan untuk ‘di’ bukanlah suatu kesalahan, keinginan yang wajar dan sangat manusiawi sekali tapi tanpa kita sadari bahwa keinginan tersebut telah menjadikan hubungan antar manusia menjadi pincang. Bahkan mungkin tanpa kita sadari bahwa sebenarnya keinginan itulah yang telah merusak sebuah hubungan.
Kalau dulu kita selalu ingin ‘di’_dan selalu memposisikan diri sebagai pelaku pasif maka sekarang saatnya berusaha ingin me- (mengerti, menerima, memahami, memperhatikan) sehingga kita mampu memposisikan diri sebagai pelaku aktif.
Jika kita cermati, pada saat semua orang berusaha ingin ‘me-’ maka hubungan antar manusia akan berjalan harmonis karena semua orang berlaku aktif. Mari kita renungkan bersama, gunakan hati dan pikiran yang jernih untuk memahaminya. Itulah sebuah konsep singkat tentang mengerti dan dimengerti.
Ketika semua orang sudah bisa untuk saling mengerti maka sebuah semangat akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu sudah jelas semangat akan berasal dari sebuah gesekan positif antar dua kutub yang berbeda, sementara jika gesekan itu negatif akan timbul percekcokan dan salah satu pihak akan mengalami suatu fase dimana dia akan merasa patah arang akan kehidupannya. Dan jelas ketika gesekan itu positif maka pihak satu dan pihak lain akan rela untuk memberikan telapak tangannya pada yang terjatuh, memberikan rangkulannya pada yang sepi, dan memberi tawanya pada yang sedih.
Sebuah saran ketika anda dalam masa keputus asaan ada satu hal yang anda harus lakukan katakan Jangan Menyerah.