Bila rasa tidak ada apakah akan ada asa?.
Bila asa telah lenyap apa jadinya rasa?.
Rasa dan asa itu bagai kamu dan aku, satu.
Hanya kepada rasa saja pantas memberi asa.
Sebuah sebab dan akibat layaknya Hawa yang tercipta karena hadirnya sang Adam di Dunia.
Tak terpisahkan seperti lingkaran yang tak berujung, bisakah kau menuemukan ujungnya?
Itulah rasa dan asa yang berputar pada porosnya terus menurus, berkaitan dan kokoh.
Jangan kau pandang hina sebuah rasa yang menimbulkan sebuah asa dalam bongkah usaha.
Walau terhenti pada penantian, menanti dengan asa bersama rasa tetap istimewa.
Tapi jangan kira rasa itu hanya bermuara padamu.
Sulit diterka, begitu banyak hal yang menuntut rasa, dan kepadanyalah asa bermuara.
Jadi jangan sangka rasa ini sempurna kepadamu karena akupun tak mampu menerka.
Seperti bulan yang tak akan berdampingan dengan matahari.
Maka akan demikianlah aku kepadamu.
Karena tiba waktunya jika asa berpihak pada rasa berbeda maka demikianlah bulan menyadari bintanglah yang mendampinginya.
Aku menunggumu seperti dirimu menunggu hingga kapan rasa ini berpindah.
Namun bila tiba saat berpindah bukan aku berputus asa.
tapi rasaku menemukan ribaannya.