Wednesday, July 8, 2009

Ya!, Aku Menunggu (PART II)

Pukul 06.30 dan aku bergegas mandi karena tidak sabar menantikan saat-saat yang mungkin paling berharga dihidupku.

"oh nak Hamdani" ucap ibu yang sedang berusaha menyalakan tungku, "oh ya, bapak tidak ada. dia pergi ke salah satu agen trevel untuk mengantar beberapa penumpang ke bandara."

Aku hanya dapat tersenyum dan mengangguk, yah paling tidak bersikap menghormati. Berpikir semalaman menguras tenagaku juga. Dan baiklah mungkin aku harus mandiri dan memang begitu seharusnya, aku disini hanya menumpang.

"kau mau kemana Hamdani" ibu membuatku sedikit terbangun lagi.
"oh, saya ingin mandi, apakah ada orang di kamar mandi sehingga ibu memanggil saya?"
"tunggu biar ibu memasakkan air ini untuk mu"
"oh tidak perlu bu. Lagian kali ini tidak sedingin kemarin kan bu" aku mencoba untuk tidak merepotkan ibu lagi.
"tidak apa, sebaiknya Hamdani duduk dulu disana sampai air ini mendidih" paksa ibu

Tentu aku tidak boleh angkuh wanita itu lebih tua dariku siapapun dan dari mana asalku aku tidak boleh angkuh, sekali lagi aku hanyalah pendatang. Daguku ku topang dengan tangan, kantuk mulai menggerogotiku dan ini membuat aku sedikit menggerutu kepada air yang sama sekali belum mendidih itu. Andai ada dispenser disini.

"ibu biasa melakukan ini" tanyaku untuk menghilangkan rasa kantukku
"ya, selalu....untuk Darmiwan"
"untuk Darmiwan" dahiku mengkerut dan kerutan itu terlihat jelas.

Aku bingung dan sedikit merasa aneh. Bukankah Darmiwan sedang merantau, lalu untuk Darmiwan siapa ibu memasak air. Entahlah nama Darmiwan bukan anak ibu dan bapak saja yang memiliki seperti Hamdani namaku yang sedikit pasaran di lingkungan pekerjaanku sebagai seorang karyawan Bank Swasta.

"Lalu sekarang Darmiwan dimana" mulutku mulai tidak bisa ku kendalikan akibat otakku yang bertanya-tanya.
"ada...dia ada..." ibu menjawab dengan sedikit ketus.
"oh...." aku menutup pembicaraan ini dengan tanpa banyak tanya.

Aku mencoba berjalan kedepan rumah mencari udara yang mungkin bisa membawa segala pertanyaan yang membuatku bingung menjauh. Kini aku terbuai dengan belaian-belaian angin pagi. Mereka memanjakanku dengan oksigen yang dapat kuhirup sebanyak-banyaknya. Namun tak lama berselang suara seorang wanita terdengar dan itu mengusik para angin. Aku pergi ke sumber suara dan terdapat air yang menguap disana.

"sekarang mandilah...sebelum kamu sakit..." ucap ibu sambil berjalan meninggalkanku.

Ibu terlihat aneh, kemarin beliau begitu bijaksana kurasa tapi sekarang entah aku sendiri tidak mengerti. Beberapa guyuran air hangat membuatku lebih merasa segar, membuatku sedikit melupakan keanehan ibu, dan membuat pikiranku lebih tenang.
***
Aku duduk dipinggir ranjang menarik napas sedikit dan memutuskan untuk beranjak mencari angkot. Aku berani karena aku tidak terlalu buta dengan jalanan kini, kemarin aku sudah melewatinya setidaknya aku berpatokan pada air mancur yang besar itu.

"bu,...saya pamit keluar sebentar ya bu" dan aku sedikit membuka tirai kamar ibu dan bapak.
"sudah makan?"
"oohhh.. tidak usah bu, saya buru-buru..biar saya makan diluar saja"
"jangan...kamu harus makan" ibu beranjak dan meletakkan bingkai foto di atas meja riasnya, dia menarik tanganku ke meja makan "makanlah...nanti kamu sakit...ada tempe goreng sambel...kamu pasti suka...makanlah" kata ibu sambil menyendok nasi ke atas piring.
"terima kasih, bu" aku menjawab tanpa penolakan
***
Aku mau muntah, apakah ini namanya mabuk darat. Sekarang pukul 09.06 itu berarti aku menghabiskan 68 menit hanya di atas angkot yang berjalan dengan sangat pelan karena menunggu kendaraan didepannya memberikan rongga. Belum lagi gadis kecil berumur sekitar 5 tahun meronta-ronta pada ibunya karena kepanasan. Telingaku hampir tuli dibuat bisingnya klakson kendaraan lain dan permintaan gadis itu.

"ting...tong...ting..tong" ku tekan bel berkali-kali. Aku merasa malu karena pasti membuatnya sangat menunggu lama.
"maaf" satu kata yang terucap dari mulutku ketika kulit putih itu tampak dari balik pintu.
"tidak apa-apa..begini lah Jakarta...kau pasti terkena macet kan"

Dia dari dulu tidak pernah berubah, selalu menjadi wanita yang sabar. Aku hanya bisa menghela napas sekali.

"Lalu kita mau kemana...aku tidak tahu tempat disini" ajakku sekaligus bertanya
"Lebih baik kau masuk dulu, keringkan bajumu dari keringat itu, tidak perlu terburu-buru" dia menarik tanganku untuk memasuki bagian ruang tamunya. "duduklah...aku akan mengambilkan air untukmu..pasti kau haus"

Rumahnya besar tapi aneh, tidak ada satupun foto terpajang di dinding rumahnya, tidak ada satupun koleksi berbahan kristal yang ku tahu adalah kesukaannya di lemari pajangannya, dan di meja yang sekarang berada tepat di depanku tidak ada vas bunga.

"minumlah....kau masih suka jus jeruk bukan" jarinya yang lentik menyodorkan segelas air berwarna ke hadapanku.
"kau masih ingat?..." tanyaku dengan sedikit tersenyum karena dia masih mengingat kesukaanku. "ini rumah baru mu?" tanyaku
"tidak...aku sudah tinggal disini kurang lebih 1 tahun 5 bulanan lah" jawabnya dengan senyumannya yang khas
"lalu dalam waktu yang cukup lama itu bukankah kau bisa melengkapi koleksimu" ucapku sambil menunjuk lemari pajangannya
"bagaimana kalau kita jalan sekarang aku ada tempat yang menarik" Maya memotong pembicaraan dan berdiri dari tempat duduknya. "ayo... untuk apa hanya melihat begitu saja"
"oh...ayo" jawabku

Kami berjalan keluar rumah bersama, ya sungguh hati saya sangat senang. Saat yang ditunggu akan tiba.
***
Maya berjalan di depan aku mengikutinya dari belakang, di kanan kiriku hanyalah sebuah pepohonan dan ilalang-ilalang. Aku baru tahu kalau di kota Metropolitan ada tempat seperti ini, biasanya yang kulihat di televisi hanya tempat-tempat hiburan atau tempat lain yang tidak berhubungan dengan alam bebas.

"bagaimana bagus bukan" kami berhenti dipuncak bukit.
"bagaimana kau bisa menemukan tempat sebagus ini"
"mungkin insting..." jawabnya singkat dengan sedikit senyuman kebebasan, "suka...."
"oh tentu....kau sering kesini"
"sering?...mungkin bisa dibilang demikian...uhuk..uhuk.."
"kau sakit?" tanyaku kawatir
"aku sakit....hey aku wanita yang kuat...dulu yang paling sering absen masuk sekolah karena sakit itu kan kamu...ha..ha..ha..ha" timpalnya seru
"ah...kenapa kau masih mengingat itu" jawabku sedikit malu sambil menurunkan pantatku menyentuh tanah dibawah dan dia mengikutinya
"aku kangen masa lalu... dan ingin ke sana..."

Kami menghabiskan waktu kami di bawah pohon rindang selama seharian. Aku bahagia saat ini karena bisa bersama gadis yang kutunggu cukup lama. Kami terus berbicara dengan sedikit tawa menghiasi, semua kenangan masa lalu terus ia korek sampai sedalam mungkin. Kadang beberapa ucapannya terasa sedikit aneh, tapi tak mengapa mungkin itu luapan emosinya seperti aku kemarin.

"kau tidak lapar....kita hampir seharian disini" tanyaku sediki kawatir karena dia belum mengeluh masalah makanan
"kau ingin makan?" tanyanya balik..."kau harus menunggu 2 jam lagi sampai pukul 18.00, setelah itu kita akan pindah tempat... kau harus melihat warna awan yang indah ketika matahari turun"
"sunset...??" tanyaku singkat
"sunseet??" jawabnya "bukan...hanya melihat awannya saja..." dia tersenyum

Memang awan sore terkadang begitu indah dan menarik perhatian, dan aku yakin pasti memang menarik karena aku tahu selera wanita yang berada di sampingku ini tidak sembarangan. Aku harus menunggu lagi, menunggu adalah hal yang paling kubenci tapi selalu kulakukan, namun untuk sekarang aku tidak mengeluh karena aku mengunggu bersama wanita paling cantik di hatiku setelah ibuku yang sudah dipanggil lebih awal.
***
"benarkan indah awannya tadi" bibirnya yang merah bergerak lembut. "mas es kelapa 2 ya..seperti biasa" dia memesan untukku juga.
"apakah ini yang sering kau lakukan?, setelah dari bukit kau pergi kesini"
"biasanya pinggir jalan lebih nikmat dari restoran berbintang, iyakan?...dulu kau juga berkata seperti itu" dia tidak menjawab pertanyaan ku tapi balik bertanya"nasi goreng disini enak loh...masih menjadi makanan favoritmu kan?"...."mas nasi gorengnya 2 juga ya" teriaknya.
"sepertinya tidak ada yang kau lupakan dari masa lalu" tanyaku, tapi dia hanya tersenyum sambil menunggu pesanannya datang.

Ku antar dia pulang walau aku sendiri tidak membawa kendaraan. Kami naik angkot dan membuat momen hari ini sempurna karena kami dibuat selalu berdampingan dari awal sampai tiba di depan rumahnya.

"kau kenapa?...kenapa mukamu menjadi tegang" tanyaku kahwatir "apa kau lupa mengunci pintu, tapi sepertinya tidak ada apa-apa dirumahmu"
dia tetap menunjukkan muka tegang dan tidak menjawab "kamu mau kutemani masuk ke rumah...setidaknya untuk memastikan kau baik-baik saja"
"sudah pergilah...!!!, pergi sekarang juga!!!!" dia menjawab dengan nada yang tegas menurutku.
"kenapa?..." tanyaku heran
"kenapa kau harus banyak bertanya sih..!!!...pulang lah kerumah pak satrio-mu itu!!...cepat!!.." jawabnya ketus "cukup untuk hari ini, jangan kau kembali untuk saat ini, aku mohon..." pintanya
"baik....baiklah...aku pulang...sampai jumpa besok...dah" ku akui ucapanku sedikit terbata-bata.

Aku meninggalkannya sendirian di depan pagar rumahnya, namun aku tidak langsung pulang. Aku menunggu dari sebrang jalan dan mengamati rumahnya untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Terlihat pundakya sempat menaik dari belakang dan bisa dikatakan dia menghela napas untuk langkah pertamanya. Ku tatap langkah kakinya sampai berada di depan garasi mobilnya dan dia kembali berhenti. Sekarang aku tersadar kalau jumlah mobilnya kini bertambah 1, aku semakin curiga apa yang terjadi sebenarnya. Kakinya melangkah lagi menuju depan pintu, dan secara otomatis tangannya bergerak memutar gagang pintu, dia masuk dan aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Suasana hening kakiku melangkah maju 3 kali tapi ter henti aku teringat permintaannya untuk jangan datang. Aku menarik kakiku kebelakang dan lenyap di kegelapan malam di depan rumahnya.


*bersambung

belum baca PART I silahkan klik sini

15 comments:

  1. pertamax...teruskan cerbungnya sobat, penasaran aja...

    ReplyDelete
  2. tulisannya nih banyak yang keseleo ehehe. terus mungkin waktu si maya ini mau pulang tanda serunya enggak usah sampe 3 gitu deh, kesannya jadi marah beneran, bukan semi marah.

    alurnya udah lumayan asyik nih, tapi kurang deskripsi kayanya waktu mereka berdua pergi.

    ReplyDelete
  3. Assalamualaikum, tuh cerita harus berlanjut ya, d tunggu!!!! :P

    ReplyDelete
  4. oho, sip deh ceritanya, bikin penasaran juga,
    ditunggu kelanjutanya ya hehe,

    tapi cara penulisanya banyak yang salah nihh, trus bener tuh kata stella, kata yang terkahir itu tanda serunya jangan 3, terlihat kayak marah banget

    ReplyDelete
  5. Lanjutkan dulu yah.. hehe, sy pingin tahu sampai habis baru bisa komentar deh.. (^__^)

    ReplyDelete
  6. Lebih idup alurnya dari bagian 1, makin penasaran nih...apa yg terjadi ama Maya, ditunggu kabar selanjutnya

    ReplyDelete
  7. ceritanya bikin penasaran.com .... ditunggu lanjutannya ya

    ReplyDelete
  8. hhe..blog pencerita ternyata..sip2 up2date ya bro...:)

    ReplyDelete
  9. hello!
    My name is Milena.
    i have other blog.
    Is: www.post-it-de-mer.blogspot.com

    ReplyDelete
  10. alurnya baguuus selalu bikin penasaran..... tapi kok keliatannya nulisnya kaya terburu buru.... nikmati aja.... biarkan mengalir seperti air... :D

    ReplyDelete
  11. mantrab b man..
    gag da kata lain ge..
    pnasaran mampus aku!
    hha*

    good!
    lanjutkan!

    ReplyDelete
  12. mmm.. mengalun dan menghanyutkan.. tak tunggu kelanjutannya..

    ReplyDelete
  13. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  14. bagus bagus kok tapi sedikit agak kaku ya? oh iya kritik puisi sm ceritaku jg yaa

    ReplyDelete
  15. Ceritanya bagus,,bikin penasaran..

    Tapi kdang ada bagian yang sedikit agak g' masuk alurnya, tapi tetap bagus kok. Trus untuk tanda serunya di bagian si maya mau pulang, lebih baik pake dua tanda seru aja,,biar mayax g' keliatan marah..:D

    Di tunggu kelanjutan ceritanya..:D

    ReplyDelete

Silahkan Berkomentar.
Mari kita bertukar Link.
Kunjungi http://5setia.blogspot.com/2007/07/temen-kuw.html untuk LINK EXCHANGE