Saya (selalu) merasa iri ketika melihat beberapa teman dengan bangganya memajang dan memamerkan foto-foto mereka ketika mengenyam pendidikan di akademi atau intitusi yang ada di Indonesia yang menggunakan seragam resmi. Memang sama dengan saya yang mengenyam pendidikan formal namun bedanya adalah di seragam dan prospek mereka menuju ke masa depan. Siapa tidak iri dengan gagahnya seragam coklat itu dan juga masa depan yang pasti sudah di tangan mereka.
Tapi siapa sangka di sela-sela rasa iri saya ada juga sindiran bahkan pandangan miring untuk mereka (-terserah jika (dibilang) ini karena rasa iri saya yang berlebih). Namun kenyataan yang ada mereka di manjakan dan sekaligus di jatuhkan oleh rasa bangga itu. Mereka memang (dilatih) menggunakan konsep militer jadi (pasti salah) jika kita berkata mereka merasa nyaman-nyaman saja itu biasa. Tapi tidak biasa jika dikatakan kalau mereka tidak merasakan pendidikan yang membutuhkan keringat bukan karena push up, sit up, atau berlari. Banyak mahasiswa yang bahkan rela pontang-panting mencari pekerjaan sambilan untuk "kepuasan" perkulihannya. Sedangkan (beberapa dari) mereka dengan background yang mungkin (sedikit) di atas mahasiswa lain tidak perlu merasakan susahnya mencari uang dari kerja sambilan karena mereka (telah) dimanjakan negara untuk (seharusnya) menjaga nama baik negara. Mereka bangga dengan seragam coklatnya, dengan tali kur warna-warni, juga dengan sepatu Pdh mengkilat mereka tanpa bangga pada baju berkerah para mahasiswa dan sepatu sneekersnya.
Namun kenyataan yang ada siapa yang dapat menggulingkan tonggak Pemerintahan, siapa yang lebih sering mencoreng yang sudah mendidik dan membiayai, siapa yang hanya santai, siapa yang terlalu bangga, dan siapa yang (menjadi) sombong. Pertanyaan itu dapat di jawab dengan veris berbeda, namun saya bisa menjawab dengan penjelasan ringan. Ketika kebanggaan itu menjadi kesombongan maka iya atau tidak seseorang akan merasa paling atas dan hasilnya mereka lupa diri, lupa akan kepada siapa dia harus mengabdi, kepada siapa dia harus menghormati, kepada siapa dia harus tunduk. Semua imbuhan me- itu mereka tidak terima, mereka lebih senang menerima imbuhan di-, dihormati, dibanggakan, disukai, dibayar, dan (mungkin) dibunuh (atau membunuh). Dibunuh disini bukanlah dibunuh secara nyata namun dibunuh oleh kebanggaan mereka sendiri. Ketika mereka lupa bahwa bangasa yang membayar dan memndidik mereka sesungguhnya mengharapkan rasa hormat dan bukan coreng akibat ulah mereka serta para pendidik mereka disana. Bangsa dan masyarakat (pasti) akan bangga jika mereka ingat yang harus mereka lakukan adalah membanggakan nama bangsa dan negara yang telah mendidik mereka secara khusus bukan malah membanggakan nama sendiri.
Seharusnya mereka tidak mencari seragam, tali kur, dan sepatu Pdh atau bahkan gaji yang akan langsung di terima . Tetapi mereka harus mencari sikap yang pantas untuk diletakkan di posisi paling depan dalam kamus etika bersosialisasi mereka baik di dalam maupun di luar posisi mereka sebagai orang yang mencari ilmu. Mereka harus ingat mereka diinginkan rakyat untuk memberikan senyum bukan memberikan kebanggaan (yang berlebih). Kebanggan yang sesungguhnya akab di dapat jika orang luar bangga dengan etika kita, etika engkau sebagai anak didik (kami) para rakyat yang membayar kalian. Kemanjaan akan kebanggan berlebih kalian akan menjadi boomerang walau kalian tetap tidak tergoyah dipijakkan kalian sebagai orang yang akan menikmati hasil keringat mahasiswa tanpa seragam, kelak. Tapi kami yakin kami mahasiswa yang (hanya) menggunakan kemeja berkerah juga tidak dapat digoyahkan karena kami (sudah) layak jadi anak bangsa yang berbudi, berakal, beretika, dan tidak mencoreng (walau kami tidak dibayar) negara dengan ulah brutal (hewani) karena kebanggan pada diri sendiri. Kami pilar Indonesia bukan (hanya) penikmat Indonesia.
Tapi siapa sangka di sela-sela rasa iri saya ada juga sindiran bahkan pandangan miring untuk mereka (-terserah jika (dibilang) ini karena rasa iri saya yang berlebih). Namun kenyataan yang ada mereka di manjakan dan sekaligus di jatuhkan oleh rasa bangga itu. Mereka memang (dilatih) menggunakan konsep militer jadi (pasti salah) jika kita berkata mereka merasa nyaman-nyaman saja itu biasa. Tapi tidak biasa jika dikatakan kalau mereka tidak merasakan pendidikan yang membutuhkan keringat bukan karena push up, sit up, atau berlari. Banyak mahasiswa yang bahkan rela pontang-panting mencari pekerjaan sambilan untuk "kepuasan" perkulihannya. Sedangkan (beberapa dari) mereka dengan background yang mungkin (sedikit) di atas mahasiswa lain tidak perlu merasakan susahnya mencari uang dari kerja sambilan karena mereka (telah) dimanjakan negara untuk (seharusnya) menjaga nama baik negara. Mereka bangga dengan seragam coklatnya, dengan tali kur warna-warni, juga dengan sepatu Pdh mengkilat mereka tanpa bangga pada baju berkerah para mahasiswa dan sepatu sneekersnya.
Namun kenyataan yang ada siapa yang dapat menggulingkan tonggak Pemerintahan, siapa yang lebih sering mencoreng yang sudah mendidik dan membiayai, siapa yang hanya santai, siapa yang terlalu bangga, dan siapa yang (menjadi) sombong. Pertanyaan itu dapat di jawab dengan veris berbeda, namun saya bisa menjawab dengan penjelasan ringan. Ketika kebanggaan itu menjadi kesombongan maka iya atau tidak seseorang akan merasa paling atas dan hasilnya mereka lupa diri, lupa akan kepada siapa dia harus mengabdi, kepada siapa dia harus menghormati, kepada siapa dia harus tunduk. Semua imbuhan me- itu mereka tidak terima, mereka lebih senang menerima imbuhan di-, dihormati, dibanggakan, disukai, dibayar, dan (mungkin) dibunuh (atau membunuh). Dibunuh disini bukanlah dibunuh secara nyata namun dibunuh oleh kebanggaan mereka sendiri. Ketika mereka lupa bahwa bangasa yang membayar dan memndidik mereka sesungguhnya mengharapkan rasa hormat dan bukan coreng akibat ulah mereka serta para pendidik mereka disana. Bangsa dan masyarakat (pasti) akan bangga jika mereka ingat yang harus mereka lakukan adalah membanggakan nama bangsa dan negara yang telah mendidik mereka secara khusus bukan malah membanggakan nama sendiri.
Seharusnya mereka tidak mencari seragam, tali kur, dan sepatu Pdh atau bahkan gaji yang akan langsung di terima . Tetapi mereka harus mencari sikap yang pantas untuk diletakkan di posisi paling depan dalam kamus etika bersosialisasi mereka baik di dalam maupun di luar posisi mereka sebagai orang yang mencari ilmu. Mereka harus ingat mereka diinginkan rakyat untuk memberikan senyum bukan memberikan kebanggaan (yang berlebih). Kebanggan yang sesungguhnya akab di dapat jika orang luar bangga dengan etika kita, etika engkau sebagai anak didik (kami) para rakyat yang membayar kalian. Kemanjaan akan kebanggan berlebih kalian akan menjadi boomerang walau kalian tetap tidak tergoyah dipijakkan kalian sebagai orang yang akan menikmati hasil keringat mahasiswa tanpa seragam, kelak. Tapi kami yakin kami mahasiswa yang (hanya) menggunakan kemeja berkerah juga tidak dapat digoyahkan karena kami (sudah) layak jadi anak bangsa yang berbudi, berakal, beretika, dan tidak mencoreng (walau kami tidak dibayar) negara dengan ulah brutal (hewani) karena kebanggan pada diri sendiri. Kami pilar Indonesia bukan (hanya) penikmat Indonesia.
yang penting hasilnya, bukan dilihat dari akademi ato kuliahannya.. hoo..
ReplyDeletebtw, ni link banner
http://i902.photobucket.com/albums/ac226/mcdoans/banner125.jpg
sippooo
iya nih..percuma sekolah tinggi2 klo ujung2nya jadi pengangguran.hueheuheuhu
ReplyDelete@Doandy...
ReplyDeleteya emang gak perlu liat akademi atau kuliahnya tapi sebagaimana kita bisa mengabdi sama bangsa
@bamzz..
mereka yang di maksud ini para praja IPDN jadi mereka pasti akan jadi pegawai dengan uang kita
hmmmm.. speechless.. sebuah artikel yang tidak membutuhkan jawaban kata-kata.. retoris.. semua butuh tindakan nyata.. yup semoga bangsa ini bisa mulai memperbaiki dirinya.. dan semoga ada dari mereka yg membaca ini.. salut buat artikelnya..! :)
ReplyDeleteBener tuh, gak penting dari mana asal usul pendidikannya...
ReplyDeleteYang penting "isinya"...
Sapa tau aja pada sogok tuh, wkwkwkkwkwwk.... :D
Lagian (Mohon maaf), banyak diantara mereka yang "nusuk dari belakang"...
Andai jemari tak sempat berjabat, andai raga tak dapat bertatap, seiring bedug yang menggema, seruan takbir yang berkumandang, kuhaturkan salam menyambut hari raya idul fitri, jika ada kata serta khilafku membekas lara, mohon maaf lahir dan batin.
ReplyDeleteSekolah tinggi perlu sob untuk menggapai apa yang dicita - citakan
ReplyDeletemasalah kedepan biarkan dengan sendiririnya, jalani saja pemberian tuhan
yes gue setuju, kadang dengan pengorbanan dan asamgaramnya proses kerja keras lebih menghasilkan sesuatu yang bermutu, tapi kita liat aja nanti semoga endingnya gak menyusahkan hohoh :P
ReplyDeletemantap brooo,,,
ReplyDeleteNice artikel....moga perjuangan mahasiswa dapat membawa bangsa ini lebih baik
ReplyDeleteneng®atna http://nengratna.blogspot.com
ReplyDeletegubuk blekenyek dtg mengunjungi sahabat....
ReplyDeleteMohon samudera jiwa kakanda, kita bisa saling merdeka-memerdekakan dan dengan begitu akan lebih lapang jalan tuk memperoleh pengampunan Allah.
ReplyDeleteMohon maaf lahir dan bathin :)
sebagai alumni dari salah satu sekolah tinggi kedinasan di negeri ini saya ikut tersentil..sepakat dgn harapan anda..
ReplyDeletenamun ndak smua sekolah kedinasan spt itu..
meski sama2 kedinasan,kami tetap bangga kuliah tanpa seragam dan bersneakers ria,kami tetap bangga berjemur d bawah terik matahari dgn almamater lusuh kami entah utk meminta sumbangan bagi para korban bencana,aksi damai atau memprotes kebijakan pemerintah...
apapun background pendidikannya......mari majukan indonesia ^_^
ReplyDeletetergantung pribadi masing2 orang juga. ada yg memang jadi jumawa, ada yg tidak.
ReplyDeletemeskipun kuliah di swasta, otak te2p no.1... jgn kebanggan berlebiha ya, temanh... btw, anaq mana...? kul/kerja...?
ReplyDeleteHADIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIRRRRRRRRRRRRRR..
ReplyDeleteMenyapa sahabatku chayank..
MAAF..
Baru jalan jalan dan keliling lagi..
Lebaran telah tiba !!!..
ReplyDeleteSebulan sudah kita jalani Ramadhan bersama
Malam penghujung hari yang indah ini
Genderang Perang sudah di tabuh.
Pekik Kemenangan dikumandangkan
Alunan Nada Pengagungan dinyanyikan
Suara Riang Gembira berkeliling kota
Ramadhan dengan segala perniknya telah kita lewati bersama
.
“Demi Masa sesungguhnya manusia itu merugi”
.
Mudah mudahan Jerit kemenangan ada dalam diri kita semua
Sebab tiadalah semua ini kecuali kembali kepada Fitrah Diri
Mari bersama kita saling mensucikan diri menuju Illahi Robby
Membersihkan diri melangkah menemukan diri sebenar diri
Mulai menghampiri DIA tulus ikhlas karena CINTA
Meraih keselarasan diri dalam Ketenangan Jiwa
Bebenah dan jadikan momentum kemenangan ini
Menjadi Manusia seutuhnya meliputi lahir bathin
Dahulu datang putih suci bersih
Mudah mudahan kembali suci putih bersih
Tiada kata yang terungkap lagi
Mari kita bersama menyambut hari yang FITRI
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqoba lallahu minnaa wa minkum
Shiyamanaa wa shiyamakum
Minal ‘aidin wal faizin
Mohon maaf lahir dan batin
Dari :
” Kang Boed Sekeluarga “
Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang
‘tuk Sahabat Sahabatkuku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllll
mudah mudahan semangat lebaran.. semangat persahabatan dalam CINTA dan KASIH SAYANG terus melekat di hati kita semua.. dan bertumbuh kembang membangun kembali kepribadian bangsa yang ramah dan penuh CINTA
ReplyDeletesalam sayang untukmu saudaraku
wow.. sebagai seseorang yg dibiayai kuliah oleh negara dan langsung ditempatkan di instansi yg membayar mahal untuk pekerjaan yg nggak ada, gw merasa tertohok..
ReplyDeletetapi, gw tetap berasumsi bahwa gw leha-leha di kantor bukan karena gw males ato apa, tapi karena emang kerjaan di daerah, pressure dan segala macemnya lebih kecil dibandingkan di kota. dan gw pun sendiri sebenernya jengah dengan kondisi ini..
tulisan yg bagus dan menggugah.. thanks anyway..
tetap semangad sob.....salam kenal dari antonfkip
ReplyDeletelagi curhat nih?
ReplyDeleteaaannnn....
ReplyDeletesabar..sabar... semua orang punya jalannya masing2..nggak perlu iri.... syukuri apa yang ada... hidup adalah anugrah...(nyanyi d masiv dech bunda..)
bukan lembaga/institusi yg menjadikan seseorg sukses atau tidak..
ReplyDeletejika kau percaya Tuhan,maka pintalah padanya kesuksesan dunia akhirat..
hal yg tidak mungkin bagi kita adalah mungkin bagi Tuhan..
manusia tidak ada yang sempurna d antara sesama manusia..
tetapi manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari makhluk yg ada di muka bumi ini..
jgn lah menyalahkan siapapun..
yg trpenting bagamna kita menggunakan ilmu yg d dapat untuk mnjdi abdi negara..
bukan mencemooh sesama..