Tanpa kita sadari imajinasi kita lah yang memacu kita untuk terus bergerak. Berimajinasi memiliki rumah besar membuat setiap orang berlomba mencari uang, berimajinasi sebagai pemimpin membuat orang melatih otaknya menjadi pemikir tangguh, karena hidup adalah seni untuk sebuah kanvas, dan dengan imajinasi kita dapat menorehkan cat warna dengan takaran yang pas dan tepat sesuai komposisi kehidupan yang akan kita jalani nanti.
Sunday, November 15, 2009
Imajinasi Ima
Tanpa kita sadari imajinasi kita lah yang memacu kita untuk terus bergerak. Berimajinasi memiliki rumah besar membuat setiap orang berlomba mencari uang, berimajinasi sebagai pemimpin membuat orang melatih otaknya menjadi pemikir tangguh, karena hidup adalah seni untuk sebuah kanvas, dan dengan imajinasi kita dapat menorehkan cat warna dengan takaran yang pas dan tepat sesuai komposisi kehidupan yang akan kita jalani nanti.
Saturday, October 31, 2009
Mereka Panggil Saya Tai Lincung
Thursday, October 22, 2009
Peran Pembantu : Kesempatan Untuk Membanggakan
Kesampingkan persepsi demi kepentingan, kekuatan, kebesaran, pengembangan, dan keagungan koloni (berama), ini kesempatan pembuktian bukan kesempatan untuk memkasa.
Friday, October 16, 2009
Tugas Dasar KesLing FKM B/2008
Ketentuan Tugas :
- Bentuk Paper, Berisi (BAB 1. Latar Belakang, BAB 2. Isi, BAB 3. Penutup).
- Daftar Pustaka Minimal 5 (bukan dari internet, boleh internet namun bukan dari situs tidak pasti ex: blog, melainkan situs dinas kesehatan atau instansi terkait)
- Dilampirkan Foto Kegiatan/Objek.
- Dikumpul saat kuis tanggal 6 November 2009 (komfirmasi ke kating -saya- supaya di data untuk dosen).
- (akan ada perbaikan kententuan -lupa bawa catatan-)
Saturday, September 19, 2009
Bukan Sekedar Tali Kur, Sepatu Pdh dan Seragam Bro..!
Tapi siapa sangka di sela-sela rasa iri saya ada juga sindiran bahkan pandangan miring untuk mereka (-terserah jika (dibilang) ini karena rasa iri saya yang berlebih). Namun kenyataan yang ada mereka di manjakan dan sekaligus di jatuhkan oleh rasa bangga itu. Mereka memang (dilatih) menggunakan konsep militer jadi (pasti salah) jika kita berkata mereka merasa nyaman-nyaman saja itu biasa. Tapi tidak biasa jika dikatakan kalau mereka tidak merasakan pendidikan yang membutuhkan keringat bukan karena push up, sit up, atau berlari. Banyak mahasiswa yang bahkan rela pontang-panting mencari pekerjaan sambilan untuk "kepuasan" perkulihannya. Sedangkan (beberapa dari) mereka dengan background yang mungkin (sedikit) di atas mahasiswa lain tidak perlu merasakan susahnya mencari uang dari kerja sambilan karena mereka (telah) dimanjakan negara untuk (seharusnya) menjaga nama baik negara. Mereka bangga dengan seragam coklatnya, dengan tali kur warna-warni, juga dengan sepatu Pdh mengkilat mereka tanpa bangga pada baju berkerah para mahasiswa dan sepatu sneekersnya.
Namun kenyataan yang ada siapa yang dapat menggulingkan tonggak Pemerintahan, siapa yang lebih sering mencoreng yang sudah mendidik dan membiayai, siapa yang hanya santai, siapa yang terlalu bangga, dan siapa yang (menjadi) sombong. Pertanyaan itu dapat di jawab dengan veris berbeda, namun saya bisa menjawab dengan penjelasan ringan. Ketika kebanggaan itu menjadi kesombongan maka iya atau tidak seseorang akan merasa paling atas dan hasilnya mereka lupa diri, lupa akan kepada siapa dia harus mengabdi, kepada siapa dia harus menghormati, kepada siapa dia harus tunduk. Semua imbuhan me- itu mereka tidak terima, mereka lebih senang menerima imbuhan di-, dihormati, dibanggakan, disukai, dibayar, dan (mungkin) dibunuh (atau membunuh). Dibunuh disini bukanlah dibunuh secara nyata namun dibunuh oleh kebanggaan mereka sendiri. Ketika mereka lupa bahwa bangasa yang membayar dan memndidik mereka sesungguhnya mengharapkan rasa hormat dan bukan coreng akibat ulah mereka serta para pendidik mereka disana. Bangsa dan masyarakat (pasti) akan bangga jika mereka ingat yang harus mereka lakukan adalah membanggakan nama bangsa dan negara yang telah mendidik mereka secara khusus bukan malah membanggakan nama sendiri.
Seharusnya mereka tidak mencari seragam, tali kur, dan sepatu Pdh atau bahkan gaji yang akan langsung di terima . Tetapi mereka harus mencari sikap yang pantas untuk diletakkan di posisi paling depan dalam kamus etika bersosialisasi mereka baik di dalam maupun di luar posisi mereka sebagai orang yang mencari ilmu. Mereka harus ingat mereka diinginkan rakyat untuk memberikan senyum bukan memberikan kebanggaan (yang berlebih). Kebanggan yang sesungguhnya akab di dapat jika orang luar bangga dengan etika kita, etika engkau sebagai anak didik (kami) para rakyat yang membayar kalian. Kemanjaan akan kebanggan berlebih kalian akan menjadi boomerang walau kalian tetap tidak tergoyah dipijakkan kalian sebagai orang yang akan menikmati hasil keringat mahasiswa tanpa seragam, kelak. Tapi kami yakin kami mahasiswa yang (hanya) menggunakan kemeja berkerah juga tidak dapat digoyahkan karena kami (sudah) layak jadi anak bangsa yang berbudi, berakal, beretika, dan tidak mencoreng (walau kami tidak dibayar) negara dengan ulah brutal (hewani) karena kebanggan pada diri sendiri. Kami pilar Indonesia bukan (hanya) penikmat Indonesia.
Thursday, September 17, 2009
Tugas K3 FKM
- Cari UU yang berhubungan dengan K3 bukan artikel K3 juga bukan pasal dari UU
- Buat Judul yang menjadi judul analisis juga merupakan dasar pemikiran untuk menganalisis
- Analisis dari UU yang dipilih ditulis tangan dan dibuat paper (bukan makalah)
- UU diprint dan di jilid Analisis di selipkan di dalamnya
- Analisis berisi : Permasalahan Pokok (yang menjadi dasar pemikiran dan disesuaikan isi UU yang dianalisis), Tujuan, Kesimpulan, dan Saran
- Judul tiap individu berbeda, juga diusahakan tiap individu berbeda pemilihan UU nya.
- Kirim judul dengan format : Nama: Judul analisis, UU yang akan di analisis ke. 085247699889
- Tugas dikumpul Setelah Hari Raya Idul Fitri
Judul yang saya terima
- Isma : Analisis tentang realitas pelaksanaan K3 di Indonesia dari UU no. 23 tahun 1997
- Saya : Analisis tentang perlindungan HAM bagi tenaga kerja di Indonesia dari UU no.13 tahun 2003 (judul dapat berubah)
- Nur : Analisis tentang jaminan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia dari UU no.1 tahun 1970
- Lis : Analisis pemeliharaan kesehatan tenaga kerja dari UU no.3 tahun 1992
- Zainudin : Pembinaan Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja di lingkungan tempat kerja dari UU no.1 tahun 1970
- Novia : Analisis tentang perbaikan program keselamatan kerja dari UU no.14 tahun 1993
- Fatimah aka Ima : Analisis tentang jaminan keselamatan tenaga kerja dari UU no.1 tahun 1970
- Yuli Ambarwati : Analisis tentang tingkat pengawasan Pemerintah terhadap pelaksanaan K3 di Indonesia dari UU no.1 tahun 1970
- Rena : Rena : Analisis tentang perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita di luar negeri dari UU no.39 tahun 2004
- Riska : Analisis tentang syarat-syarat keselamatan kerja dari UU no.1 tahun 1970
- Candra : Analisis tentang pelanggaran memperkerjakan anak-anak dari UU no.13 tahun 2003
- Bayu : Analisis tentang ergonomi, Tunjangan Pelatihan dan Usia Produktif dari UU no. 13 tahun 2003
- Heni : Analisis tentang pengaturan dan pengawasan K3 di bidang tambang dari UU no.19 tahun 1973
- Annisa : Analisis tentang kesejahteraan Tenaga Kerja dari UU no.34 tahun 2004
- Wini : Analisis tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Gas Bumi dari UU no.44 tahun 1960
- Siti : Analisis tentang manajemen K3 dari UU no. 23 tahun 1992
- Ika : Analisis tentang belum terealisasinya pelaksanaan K3 dilingkungan kantor dari UU no. 23 tahun 1992
- Jein : Analisis tentnag penerapan UU no.23 tahun 1997 di lingkungan kerja serta hubungannya terhadap masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya dari UU no.23 tahun 1997
- Dewi : Analisis tentang keselamatan penyelenggaraan Penerbangan dari UU no.15 tahun 1992
- Khairunnisa : Analisis tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja dari UU.14 tahun 1969
- Vivi : -Judul Belum Ada- dari UU no.3 tahun 1992
Wednesday, September 16, 2009
Paradigma Sehat
Kesehatan sebenarnya bukan dilihat saat kita dapat sembuh dari penyakit namun diliha dari saat kita dapat mempertahankan kondisi stabil kita. Kurang lebih ada 15% penduduk Indonesia yang sakit dan 85% lainnya dalam keadaan yang sehat namun pemerintah lebih memperhatikan ke-15% orang sakit ini. Sementara tidak ada pelayanan bagi 85% masyarakat Indonesia yang sehat. Pemerintah lebih memntingkan rumah sakit dibandingkan pusat kesehatan masyarakat yang merata bagi pelayanan dan penyuluhan kesehatan masyarakat.
Selain dari pemerintah, banyak masyarakat yang lebih senang untuk mengunjungi rumah sakit dibanding merawat diri di rumah, mendengarkan penyuluhan, dan memeriksakan diri secara rutin di puskesmas. Padahal jika dipikir untuk memasuki rumah sakit dan menikmati segala pelayanannya kita butuh biaya yang besar bahkan tidak sedikit ada unsur driskiminasi, sementara jika kita merwat diri dengan pola sehat yang teratur maka konsekuensi untuk mengeluarkan biaya mahal akan di mininalisir. Banyak yang beranggapan sehat adalah sembuh dari penyakit jadi jika sakit berobat ke dokter, minum obat, dan sembuh, dan setelah itu tidak ada hal lain yang menunjang kesehatan individu tersebut termasuk pencegahan agar tidak kembali terkena penyakit yang sama.
Cara pandang ini lah yang seharusnya dirubah, dari pada kita membuang-buang biaya yang besar untuk kesehatan di rumah sakit bukankah lebih baik jika kita mencegahnya di rumah masing-masing. Memeriksakan diri ke puskesmas terdekat dan yang pasti ikut menjadi kader kesehatan di lingkungan rumah.
Namun hal ini tidak serta merta terjadi begitu saja, jika tidak ada promosi kesehatan dari pemerintah dan hal ini tentu menjadi hal yang mustahil. Walau sering kita dengar mencegah lebih baik dari mengobati jika kurang promosi maka masyarakat juga tidak akan mengerti bagaimana pencegahan yang baik. Kita tidak akan pernah berjalan jika tidak diajarkan berjalan oleh orang tua kita, begitulah masyarakat tidak akan pernah mengerti pola hidup bersih dan sehat jika tidak pernah ada yang menginformasikannya. Maka alangkah lebih baik jika pemerintah memberdayakan puskesmas dan petugas kesehatan di beberapa wilayah yang kurang terjangkau, bukan malah membangun rumah sakit dan membuat wacana puskesmas 24 jam. Semua akan sia-sia jika aksesnya juga tidak ada contoh jika jauh dari pemukiman warga maka warga akan malas untuk datang secara rutin.
Tuesday, September 8, 2009
Ibu Pertiwi Menuntut
Berita ini memberikan rongga waktu beberapa menit bagi masyarakat Indonesia yang sedang tegang untuk merasa lega dan menang. Namun tidak demikian yang di harapkan Ibu Pertiwi, ketika warisan budayanya di klaim terus menerus oleh pihak luar secara tidak langsung Ibu Pertiwi menuntut jati diri anak-anak bangsanya yang sesungguhnya. Gugatan yang pertama di list tuntutan Ibu Pertiwi adalah pertanyaan siapa bangsa ini sebenarnya. Apakah bangsa yang besar tanpa jati diri karena telah teracuni budaya luar yang begitu menglobal dan mudah dijejaki setiap tapak langkahnya. Tidak terasa munafik jika kita menyebut bangsa ini adalah bangsa yang luas dan besar tanpa tangan yang panjang, dada yang lapang, dan tumit yang kokoh untuk merangkul setiap jengkal kebudayaan yang dimiliki. Setiap orang lebih mampu untuk merangkul kebudayaan luar yang sangat kecil dan sedikit.
Kini dengan langkah maju Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dan kembali menarik setiap budaya dari genggaman bangsa lain, maka masyarakat kembali dituntut untuk terus melestarikan dan kembali membentuk jati diri bangsa besar yang sesungguhnya. Bukan jati diri tiruan dari bangsa asing yang jelas-jelas berbeda ras dengan Ibu Pertiwi kita, tetapi kita adalah bangsa yang besar yang penuh dengan keragaman budaya, adat, ekonomi-sosial, dan keragaman hayati serta ribuan pulau yang membentang luas sampai di titik tak terlihat garis pantai. Dan kini bangsa yang besar ini membutuhkan rangkulan yang lebih erat lagi dari anak-anaknya yang hidup dan mencari makan dari lumpurnya, debunya, airnya, udaranya, daun keringnya, anginnya, awannya, hutannya dan semua dari alamnya, dan itu akan terjadi jika setiap elemen bersatu dan bersama-sama bergandengan tangan untuk memeluk dan menjaga warisan Ibu Pertiwi.
Ibu Pertiwi kini berharap tidak ada lagi bangsa yang mampu melukai lapisan epidermis para pejuang devisa, berharap tidak ada lagi celah untuk mengakui setiap warisannya, dan menginginkan anak-anaknya meruncingkan belati dan siap memanaskan ujung senapannya untuk membela tanah air dengan tumpahan darah sekali pun. Karena semua perbedaan yang dimiliki anak-anak bangsa adalah rantai dengan ikatan persamaan visi pembangunan dan perdamaian bangsa paling kuat yang akan sulit untuk dipisahakan seperti jemari burung Rajawali yang akan terus mengcengkram kebhinekaan Indonesia sampai pada titik ketika udara tidak lagi dapat dihirup, dan air tidak lagi mengalir.
Thursday, July 16, 2009
5setia 2nd Anniversary
Tidak banyak memang postingan yang saya buat namun saya berhasil mengeluarkan pemikiran saya disini, mencoba lebih dewasa sudah saya lakukan dengan Blog ini, dan saya mencoba untuk menulis dengan gaya yang sedikit resmi (-mungkin akan terlihat membosankan-) dengan postingan yang saya harapkan dapat memberi motivasi dan pemahaman hidup pada siapa saja yang membaca. Saya tidak akan merubah gaya menulis saya ini karena saya telah berkomitmen 1 tahun yang lalu untuk menulis artikel-artikel dengan gaya yang lebih resmi. Saya berkomitmen memosting setiap artikel dengan gaya yang lebih resmi dikarenakan saat di tahun 2008 kemarin saya menemukan blog-blog yang saya favoritkan diantaranya blog milik mommy Laurencia Susan, mbak Graticia, blog Bang Bayu Aditya, blog Ryan Ardhi Mergantara yang kerap disapa mbah13, blognya Pratama Adi, blognya mas Wendra Wijaya, blognya mba Winda Candra, blognya mba Lyla, blognya Bunda Rierie, blognya Cena, blognya mba Edaa, blognya bang Daniel Muthe, blognya Mba Elfira Novi, blognya mas Herfiyalis, blognya Roni Pascal,blognya mas Cahpesisiran, blognya mas Fajar Indra, blognya kak Ivana, blognya Ipanks, blognya bang Alief, blognya mas Awan_Clikerz, dan banyak lagi, mereka memosting artikel dengan gaya yang lebih resmi dan saya tertarik untuk mengikuti jejak mereka (dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada kalian semua).
Oke, saya tidak berharap agar postingan yang saya beri judul "5setia 2nd Anniversary" ini membuat mata berair-air tapi saya hanya berharap Blog saya akan tetap eksis walaupun sedikit pengunjung. Untuk sahabat-sahabatku yang memberi saya bantal berlambangkan -S- ini adalah Blog kalian Miss u all so much, walaupun tidak ada pengunjung sekalipun, Blog yang saya dedikasikan untuk kalian ini akan tetap saya isi dengan pemikiran saya, karena dengan Blog ini saya akan terus mengingat kalian.
Saya merangkai puisi dari semua kejadian yang saya ingat yang berhubungan dengan kalian dan itu terinspirasi dari judul puisi yang ajenk tulis (-yang masih saya ingat membuat mata saya berair-) saat pelajaran Bahasa Indonesia dan sedikit saya modifikasi (-bahkan berubah total-) 3setia (-namun saya ganti menjadi 5setia-), saya akan mengingat kalian ber-4.
~5setia~
1setia kita bertemu
seyum sapa menghiasi kita
kalian menegurku ketika didepan pintu
aku rindu
2setia kita mengenal
perbincangan akrab mulai terdengar
aku ingat beberapa hal yang membuat kita terlihat sama
aku sedih
3setia kita berteman
tawa dan kebodohan timbul tanpa percuma
kita saling mentertawakan satu sama lain
aku ingat ketika kau menghinaku
aku jengkel
4setia kita bersahabat
tingkah-tingkah konyol tak lagi jadi rahasia
aku masih ingat kebodohan yang kita lakukan
aku tertawa
5setia kita selamanya
mencari cita-cita kita berpisah
aku masih mengingat kalian
aku takkan lupa.
Samarinda, 160709
P.S untuk 5cm/FAJAR (ingat jess ini nama buatanmu*) :
Kalian tahukah aku disini tidak dapat tertawa lepas tanpa pikiran?
Memang terdengar cengeng dan norak tapi ini lah yang aku rasakan, aku merindukan ketika diriku terhipnotis dengan pembicaraan kita sehingga semua beban pikiran kulupakan. Aku berani seperti ini karena di depan kalian aku pernah menangis. Kalian berarti bagiku walau memang kita banyak perbedaan tapi kalian sangat berarti bagiku, sangat (kalian keluarga keduaku ^^,)....
Sunday, July 12, 2009
The Fragment of Money Rp.2000,00
“The publication of this new emissions note was the implementation of the policy of the Indonesian Bank in the field of money circulating that is to satisfy the requirement for money rupiah in the community in the nominal number that was enough, the appropriate fragment kind, right on time and in the appropriate condition was published,” explained Miranda.
This new change was illustrated Prince Antasari (the National Hero from Banjarmasin, South Kalimantan) with the picture of the Dayak Dance (-one of culture in Indonesia-) at the back . This money will be current as the legal payment implement from July 10 2009.
BI in his press release to Malang Post explained, the picture election to this money referred to the design of the note beforehand that had the theme the Nasional Hero. This as the form of the appreciation to the heroes and to join in as well as conserve the nation culture. The new note the fragment Rp.2.000 was dominant grey with the savety element took the form of the sign of illustrated water of Prince Antasari with the security thread that was buried in money paper and be inscribed BI2000 repeatedly that would change be red under ultraviolet rays.
This new fragment note also help the requirement for the tuna netra (-the blind person-) by providing the certain code (blind code) nearby right the face part of money that is taking the form of the long cube box that was printed in an intaglio manner. Moreover, like when spending the new note the fragment Rp 100,000 and Rp 20,000 emissions years 2004, as well as Rp 50,000 and Rp 10,000 emissions years 2005, BI also issued Uncut Banknotes Rp 2,000 (special money that was not yet cut off/continued money) as many as 4,700 sheets with their respective continued money kind contained 2 bilyet, 4 bilyet and 50 bilyet. As the collection object, Uncut Banknotes this usual was spent in various countries as the publication of special money. (in March/malangpost)
Wednesday, July 8, 2009
Ya!, Aku Menunggu (PART II)
Aku hanya dapat tersenyum dan mengangguk, yah paling tidak bersikap menghormati. Berpikir semalaman menguras tenagaku juga. Dan baiklah mungkin aku harus mandiri dan memang begitu seharusnya, aku disini hanya menumpang.
"kau mau kemana Hamdani" ibu membuatku sedikit terbangun lagi.
"oh, saya ingin mandi, apakah ada orang di kamar mandi sehingga ibu memanggil saya?"
"tunggu biar ibu memasakkan air ini untuk mu"
"oh tidak perlu bu. Lagian kali ini tidak sedingin kemarin kan bu" aku mencoba untuk tidak merepotkan ibu lagi.
"tidak apa, sebaiknya Hamdani duduk dulu disana sampai air ini mendidih" paksa ibu
Tentu aku tidak boleh angkuh wanita itu lebih tua dariku siapapun dan dari mana asalku aku tidak boleh angkuh, sekali lagi aku hanyalah pendatang. Daguku ku topang dengan tangan, kantuk mulai menggerogotiku dan ini membuat aku sedikit menggerutu kepada air yang sama sekali belum mendidih itu. Andai ada dispenser disini.
"ibu biasa melakukan ini" tanyaku untuk menghilangkan rasa kantukku
"ya, selalu....untuk Darmiwan"
"untuk Darmiwan" dahiku mengkerut dan kerutan itu terlihat jelas.
Aku bingung dan sedikit merasa aneh. Bukankah Darmiwan sedang merantau, lalu untuk Darmiwan siapa ibu memasak air. Entahlah nama Darmiwan bukan anak ibu dan bapak saja yang memiliki seperti Hamdani namaku yang sedikit pasaran di lingkungan pekerjaanku sebagai seorang karyawan Bank Swasta.
"Lalu sekarang Darmiwan dimana" mulutku mulai tidak bisa ku kendalikan akibat otakku yang bertanya-tanya.
"ada...dia ada..." ibu menjawab dengan sedikit ketus.
"oh...." aku menutup pembicaraan ini dengan tanpa banyak tanya.
Aku mencoba berjalan kedepan rumah mencari udara yang mungkin bisa membawa segala pertanyaan yang membuatku bingung menjauh. Kini aku terbuai dengan belaian-belaian angin pagi. Mereka memanjakanku dengan oksigen yang dapat kuhirup sebanyak-banyaknya. Namun tak lama berselang suara seorang wanita terdengar dan itu mengusik para angin. Aku pergi ke sumber suara dan terdapat air yang menguap disana.
"sekarang mandilah...sebelum kamu sakit..." ucap ibu sambil berjalan meninggalkanku.
Ibu terlihat aneh, kemarin beliau begitu bijaksana kurasa tapi sekarang entah aku sendiri tidak mengerti. Beberapa guyuran air hangat membuatku lebih merasa segar, membuatku sedikit melupakan keanehan ibu, dan membuat pikiranku lebih tenang.
"bu,...saya pamit keluar sebentar ya bu" dan aku sedikit membuka tirai kamar ibu dan bapak.
"sudah makan?"
"oohhh.. tidak usah bu, saya buru-buru..biar saya makan diluar saja"
"jangan...kamu harus makan" ibu beranjak dan meletakkan bingkai foto di atas meja riasnya, dia menarik tanganku ke meja makan "makanlah...nanti kamu sakit...ada tempe goreng sambel...kamu pasti suka...makanlah" kata ibu sambil menyendok nasi ke atas piring.
"terima kasih, bu" aku menjawab tanpa penolakan
"maaf" satu kata yang terucap dari mulutku ketika kulit putih itu tampak dari balik pintu.
"tidak apa-apa..begini lah Jakarta...kau pasti terkena macet kan"
Dia dari dulu tidak pernah berubah, selalu menjadi wanita yang sabar. Aku hanya bisa menghela napas sekali.
"Lalu kita mau kemana...aku tidak tahu tempat disini" ajakku sekaligus bertanya
"Lebih baik kau masuk dulu, keringkan bajumu dari keringat itu, tidak perlu terburu-buru" dia menarik tanganku untuk memasuki bagian ruang tamunya. "duduklah...aku akan mengambilkan air untukmu..pasti kau haus"
Rumahnya besar tapi aneh, tidak ada satupun foto terpajang di dinding rumahnya, tidak ada satupun koleksi berbahan kristal yang ku tahu adalah kesukaannya di lemari pajangannya, dan di meja yang sekarang berada tepat di depanku tidak ada vas bunga.
"minumlah....kau masih suka jus jeruk bukan" jarinya yang lentik menyodorkan segelas air berwarna ke hadapanku.
"kau masih ingat?..." tanyaku dengan sedikit tersenyum karena dia masih mengingat kesukaanku. "ini rumah baru mu?" tanyaku
"tidak...aku sudah tinggal disini kurang lebih 1 tahun 5 bulanan lah" jawabnya dengan senyumannya yang khas
"lalu dalam waktu yang cukup lama itu bukankah kau bisa melengkapi koleksimu" ucapku sambil menunjuk lemari pajangannya
"bagaimana kalau kita jalan sekarang aku ada tempat yang menarik" Maya memotong pembicaraan dan berdiri dari tempat duduknya. "ayo... untuk apa hanya melihat begitu saja"
"oh...ayo" jawabku
"bagaimana bagus bukan" kami berhenti dipuncak bukit.
"bagaimana kau bisa menemukan tempat sebagus ini"
"mungkin insting..." jawabnya singkat dengan sedikit senyuman kebebasan, "suka...."
"oh tentu....kau sering kesini"
"sering?...mungkin bisa dibilang demikian...uhuk..uhuk.."
"kau sakit?" tanyaku kawatir
"aku sakit....hey aku wanita yang kuat...dulu yang paling sering absen masuk sekolah karena sakit itu kan kamu...ha..ha..ha..ha" timpalnya seru
"ah...kenapa kau masih mengingat itu" jawabku sedikit malu sambil menurunkan pantatku menyentuh tanah dibawah dan dia mengikutinya
"aku kangen masa lalu... dan ingin ke sana..."
Kami menghabiskan waktu kami di bawah pohon rindang selama seharian. Aku bahagia saat ini karena bisa bersama gadis yang kutunggu cukup lama. Kami terus berbicara dengan sedikit tawa menghiasi, semua kenangan masa lalu terus ia korek sampai sedalam mungkin. Kadang beberapa ucapannya terasa sedikit aneh, tapi tak mengapa mungkin itu luapan emosinya seperti aku kemarin.
"kau tidak lapar....kita hampir seharian disini" tanyaku sediki kawatir karena dia belum mengeluh masalah makanan
"kau ingin makan?" tanyanya balik..."kau harus menunggu 2 jam lagi sampai pukul 18.00, setelah itu kita akan pindah tempat... kau harus melihat warna awan yang indah ketika matahari turun"
"sunset...??" tanyaku singkat
"sunseet??" jawabnya "bukan...hanya melihat awannya saja..." dia tersenyum
Memang awan sore terkadang begitu indah dan menarik perhatian, dan aku yakin pasti memang menarik karena aku tahu selera wanita yang berada di sampingku ini tidak sembarangan. Aku harus menunggu lagi, menunggu adalah hal yang paling kubenci tapi selalu kulakukan, namun untuk sekarang aku tidak mengeluh karena aku mengunggu bersama wanita paling cantik di hatiku setelah ibuku yang sudah dipanggil lebih awal.
"apakah ini yang sering kau lakukan?, setelah dari bukit kau pergi kesini"
"biasanya pinggir jalan lebih nikmat dari restoran berbintang, iyakan?...dulu kau juga berkata seperti itu" dia tidak menjawab pertanyaan ku tapi balik bertanya"nasi goreng disini enak loh...masih menjadi makanan favoritmu kan?"...."mas nasi gorengnya 2 juga ya" teriaknya.
"sepertinya tidak ada yang kau lupakan dari masa lalu" tanyaku, tapi dia hanya tersenyum sambil menunggu pesanannya datang.
"kau kenapa?...kenapa mukamu menjadi tegang" tanyaku kahwatir "apa kau lupa mengunci pintu, tapi sepertinya tidak ada apa-apa dirumahmu"
dia tetap menunjukkan muka tegang dan tidak menjawab "kamu mau kutemani masuk ke rumah...setidaknya untuk memastikan kau baik-baik saja"
"sudah pergilah...!!!, pergi sekarang juga!!!!" dia menjawab dengan nada yang tegas menurutku.
"kenapa?..." tanyaku heran
"kenapa kau harus banyak bertanya sih..!!!...pulang lah kerumah pak satrio-mu itu!!...cepat!!.." jawabnya ketus "cukup untuk hari ini, jangan kau kembali untuk saat ini, aku mohon..." pintanya
"baik....baiklah...aku pulang...sampai jumpa besok...dah" ku akui ucapanku sedikit terbata-bata.
*bersambung
belum baca PART I silahkan klik sini
Monday, July 6, 2009
Ya! Aku Menunggu
"mmh...ooh maaf saya sedang melamun tadi"
"Tidak apa bapak, terima kasih telah menggunakan pelayanan kami dan kami harap bapak puas akan pelayanan kami"
"Hei!!"
"uupss, maaf nona saya tidak sengaja"
Sial alamat yang kupegang ini membuat mataku tidak bisa memandang ke arah lain selain ke secarik kertas yang ku genggam erat. Ternyata langkah kaki ku telah sampai di jalan luar Bandara.
"oh ya.. boleh... bisakah bapak mengantarkan saya ke salah satu penginapan disini"
"Tentu, silahkan...ooh biar saya saja yang mengangkat koper bapak... waduh cukup berat juga ya"
Mata saya tidak lepas dari usaha pria separuh baya itu untuk memasukkan koper saya ke dalam bagasi mobilnya. Saya merasa nyaman saat memasuki mobil kijangnya dan saya harap kenyamanan ini tidak akan cepat menghilang. Perbincangan kecil mulai terjadi, mulai dari pertanyaan tentang asal usul saya, umur saya, dan segala hal yang belum termasuk dalam hal-hal pribadi.
"Kalau bisa yang murah saja ya, Pak"
"oohh.. bisa, kebetulan saya mengetahui penginapan yang murah. Kurang lebih 60 km lagi."
Kegugupan kembali memasuki pikiran saya dan saya harap 60 km ini akan segera tertempuh hanya 1 menit saja, tapi itu adalah suatu hal yang mustahil.
"Selamat Datang di Penginapan Sriwedari.."
"Bisakah saya menginap di sini untuk beberapa malam"
"Maaf Bapak saat ini kamar sedang penuh mungkin bapak bisa datang beberapa hari yang akan datang"
Jawaban yang tidak saya harapkan keluar dari mulut wanita secantik recepcionist itu. Huh!.. aku sudah merasa lelah. Dan lagi-lagi pria separuh baya membuka percakapan, tentu maksudnya baik. Tapi mungkin aku harus mempertimbangkannya dulu, bagaimanapun juga dia adalah orang asing bagiku.
"Bagaimana?"
"mmmhh..."
"Tidak apa, walau rumah saya tidak sebesar rumah-rumah di Pondok Indah tapi layak ditempati untuk beberapa hari kok, sampeyan bisa tinggal di rumah saya kalo sampeyan mau"
Karena hari yang sudah mulai menggelap maka kuputuskan untuk menerima ajakannya menginap di rumahnya untuk beberapa hari, minimal 3 hari sampai aku mendapatkan penginapan. Walau sebaik apapun orang itu tentu aku merasa tidak enak karena dia bukan siapa-siapa ku.
"Ayo makan dulu"
"Tidak terima kasih saya masih kenyang untuk sekarang"
"Itu untuk sekarang, namun untuk nanti apakah masih sekenyang sekarang. Ayo tidak apa-apa. Maaf ibu tidak bisa memasak makanan yang lebih enak dari ini"
"akh tidak masalah bagi saya, kesederhanaan kadang lebih enak dari kemewahan" (saya berkata untuk menghilangkan rasa minder sang ibu saat tangan saya ikut tertarik menuju ke meja makan)
Malam yang sederhana di tutup dengan lantunan lagu jawa klasik yang mungkin adalah kesukaan kedua pasangan yang ditinggal merantau anaknya ini. Walau mataku terpejam tapi kegugupanku untuk hari yang belum bisa ku pastikan tidak dapat ikut terpejam, otak ku terus berputar-putar menjelajahi ketidak pastian, apakah akan begini, akan begitu, atau tidak sama sekali. Entah aku sendiri tidak mengetahui kapan otakku berhenti memikirkan ketidak-pastian itu, tapi tiba-tiba saja ada suara orang tua yang memanggilku dan sedikit menggoyang-goyangkan tubuhku.
"Bapak, cukup nyenyak tapi sedikit terganggu dengan beberapa bintang malam"
"ha..ha..ha..ha... maklum rumah kecil jadi begitu lah keadaannya, tidak ada masalah dengan kasur kapuk ini"
"Tidak, sama sekali tidak, saya merasa nyaman, bahkan saya sempat berpikir sepertinya ini lebih baik daripada punya penginapan kemarin"
"ha...ha...ha...sampeyan bisa saja...kasur ini belum pernah diganti, paling di jemur saja biar tidak bau apek, dari Darmiwan kecil sampai besar dia menghabiskan waktu tidurnya disini"
"oh.. ini kamar anak bapak.. saya bisa pastikan anak bapak pasti teliti.. terlihat dari pernak-pernik yang tersusun rapi"
"Ya, Darmiwan tidak mau jika perabotannya kami usik, dia cukup mandiri...oh ya sampeyan tidak mau mandi, ibu baru saja merebuskan air, cuaca cukup dingin tidak seperti biasanya dan alangkah segarnya jika sampeyan mandi dengan air yang hangat"
"oohh terimah kasih pak...."
Saya merasa tidak jauh dari keluarga saya saat ini, kehangatan mereka mengalahkan hangatnya air rebusan ibu. Belum lagi ibu selalu manarikku untuk menghampiri meja makan, mereka tidak terusik dengan kedatangan ku, mereka tidak memperlakukan ku sebagai orang asing.
"Bagaimana?,, hari ini mau kemana?"
"Lebih baik bicara sehabis makan Pak.. biar Hamdani makan dulu..nanti keselek"
Ibu begitu bijaksana, bahkan aku merasakan aura ibu kandung saat beliau menyebutkan namaku. Matahari sepertinya tidak bersahabat seperti kemarin, hari ini begitu terik.
"Pak kita mencari penginapannya nanti saja ya Pak, kita langsung saja ke sini" aku menyodorkan alamat yang membuat tanganku berkeringat itu
"Lah sampeyan ngapain cari penginapan, sduah tinggal aja di rumah bapak"
"aduh Pak saya tidak enak"
"gak apa..wes kita ke tempat itu tu yang ada di alamat situ.."
Ya...kuharap bapak bisa menginjak gas lebih dalam agar perjalanan lebih singkat. Aku tak mau hari ini sia-sia padahal kami masih mempunyai 7 jam sebelum jam 8 malam nanti. Aku sama sekali buta dengan jalanan kota yang besar ini. Entah sekarang ada dimana yang jelas saya melihat air mancur yang cukup besar di tengah jalan. Mobil Kijang yang saya tumpangi stop di depan sebuah rumah. Kupandang nomor rumahnya dengan jelas, dan mataku berpindah memandang ke kertas yang sudah mulai melembab karena terus digenggam dengan telapak tangan yang basah.
"2B...."
"iya ini 2B..."
Lalu apa yang harus ku lakukan, tetap duduk di jok dengan segala kegugupanku atau pergi kembali ke rumah Pak Satrio. Tidak aku terlihat bodoh saat ini, kaki ku seakan-akan terpaku di dalam mobil, aku pusing, pikiranku menerawang kemana-mana, aku berharap terlalu banyak, aku bingung, aku seperti anak kecil yang menunggu ayahnya pulang dari kerja di atas ayunan, bergoyang-goyang tanpa kepastian, seperti perahu kecil yang tidak memiliki kekuatan untuk menahan ombak.
"hei..."
"ah..iya Pak ..kenapa"
"apa yang sampeyan pikirkan, daritadi bapak panggil-panggil kok tidak menyahut"
"anu.................."
Rupanya bapak dari tadi memanggilku sementara otakku tidak merespon suara apapun. Aku hanya sedikit gugup, dan mungkin akan tidak gugup jika aku membuka pintu mobil.
"Pak saya coba ke sana sebentar ya...."
"Ting...tong....ting...tong...ting...tong" sesekali ku mengetuk "tok...tok...tok"
"Siapa?....tunggu sebentar ya..."
Kudengar suara Merdu itu masih seperti dulu halus, dan berirama yang menunjukkan dia bukan wanita sembarangan. Gagang pintu kurasa sedikit berputar. Jantungku sepertinya semakin tidak bersahabat, kecepatannya bertambah dan hampir membuatku mati.
"Ya....."
Rambutnya yang terurai panjang dan terkibas angin membuat kulit putihnya semakin sempurna. Bibirnya yang semerah darah menarik perhatianku lebih. Kuperhatikan tubuhnya yang sintal dari atas kebawah membuat hati ku semakin kacau, kulitnya begitu putih seputih salju. Ya tidak ada yang berubah dari dirinya tahi lalat di lehernya masih seperti dulu hitam dan tidak merusak kecantikannya.
"helllooo.....apa yang kau lihat?"
Sial mungkin dia pikir aku berengsek, maniak, lelaki bejat...sial kenapa aku harus terlihat bodoh saat ini.
"kenapa kau melamun...kita lama tidak jumpa...hei"
Dia memukul pundakku kecil dan hal itu membangunkanku dari alam hayal yang membuatku terlihat bodoh.
"hai.... apa kabar?"
"kau aneh...."
"tidak..."
"kenapa tidak... kau aneh, kenapa kau gugup?"
"aku gugup... tidak mungkin itu perasaan mu"
"aku tahu siapa kau, aku melihat keringat di dahi mu dan dari dulu jika kau keringatan kau selalu gugup...."
"oh ya..."
"itu siapa?"
Dia menunjuk bapak yang kutinggalkan di dalam mobil. Aku malu, aku terlihat bodoh dengan kata-kata yang kuucapkan tadi.
"itu Pak Satrio... aku tinggal di rumahnya saat ini"
"oh ya... kapan kau datang...ayo masuk"
"oh... tidak...mh..maksudku bukan saat ini... kasihan bapak menunggu... setidaknya aku tahu rumahmu...bagaimana besok...kita jalan..."
"panggil saja Pak...Pak...."
"Satrio"
"ya maksud ku itu Pak Satrio...dia boleh masuk...karena kau mempunyai banyak PR...untuk menceritakan aku tentang banyak hal...."
"sepertinya tidak bisa...kasihan bapak sudah tua.... lagian ibu menunggu dirumah..."
"begitu...."
"ya....lalu?"
"lalu?..kenapa kau bertanya padaku?"
"maksudku.. bagaimana tawaranku tadi...besok"
"sebenarnya kau kenapa... kenapa kau icara seperti orang aneh...tidak biasanya...oke tawaranmu aku terima karena begitu banyak pertanyaan ku yang harus kau jawab"
"baiklah aku pulang dulu...."
"hati-hati ya....aku tunggu besok"
Awal yang tidak begitu mengesankan kurasa, semua karena kebodohanku. Kenapa aku harus keringatan, dan harus berbicara seperti orang yang baru belajar bicara. Aku naik ke mobil dan berharap sampai ke rumah untuk mandi dan tidur agar besok aku bisa memperbaiki kebodohanku. Aku senang walau terlihat bodoh tapi aku bisa melihat dia dan dia menerima ajakanku untuk pergi besok.
*bersambung*
Tuesday, April 21, 2009
Saatnya saya Bergerak
Manfaatkan segala apa yang kita punya, jangan jadi parasit, menempel pada seseorang yang memiliki hal besar yang tidak akan kita miliki. Sekecil apapun apa yang kita miliki akan sangat berarti jika didedikasikan untuk sekitar kita. Berbeda dengan hal-hal besar yang sulit di bagikan karena keegoisan pemiliknya. Karena "ukurannya" yang besar beberapa orang akan sulit untuk berbagi, berbeda dengan hal yang "berukuran" kecil yang biasanya tidak perlu dipikirkan untuk dibagikan.
Memberi lebih mulia dari pada menerima, semua orang pasti tahu akan hal itu. Tapi mengapa banyak orang yang sulit berbagi. Hal itu karena setiap orang menginginkan hal yang besar terjadi dalam hidupnya, namun sesuatu tidak akan terjadi karena tidak ada perkembangan dalam dirinya. Berbeda dengan orang yang ingin berbagi sesuatu terjadi dan ada pembentukan disana, walau tak nampak seperti udara di sekitar kita tapi itu lebih berarti dari pada pasir di padang gurun yang berlimpah namun tidak berguna sama sekali, tandus, gersang, dan tidak ada kelembapan.
Memang sulit rasanya untuk memilih hal yang besar atau yang kecil, namun jika kita membandingkan hasil yang didapat kita akan dan harus memilih hal kecil mulai sekarang. Fasilitas bukan lah yang terpenting namun dedikasilah yang diharapkan. Dedikasi pada Yang Kuasa, pada keluarga, pada kekasih, pada sahabat, pada teman, pada pendidik, pada sesama, dan pada lingkungan. Saatnya bergerak tanpa meronta-ronta terhadap fasilitas, saatnya bergerak dengan hanya hal kecil ditangan, saatnya bergerak dengan harapan, saatnya bergerak dengan mimpi sesama, saatnya bergerak membawa perubahan. Dan akhirnya kita akan duduk diam dengan kepuasan dan hasil jerih payah kita selama bergerak hanya dengan hal kecil, kita akan terdiam karena melihat hal kecil kita telah berubah menjadi hal yang besar, serta kita akan bahagia selamanya karena dedikasi kita dihargai dengan harga yang hanya diberi Yang Kuasa bukan manusia.
Saya akan bergerak dengan kemampuan saya untuk membantu teman-teman saya menggerakkan BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman. Dengan Hal kecil kita bisa teman-teman.
Friday, March 13, 2009
AppLe Tree
Saturday, February 21, 2009
4 LiLin dan Makna Kehidupan
Sedikit demi sedikit habis meleleh.
Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah
percakapan mereka
Yang pertama berkata: “Aku adalah keindahan.” “Namun
manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku
mematikan diriku saja!”
Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.
Yang kedua berkata: “Aku adalah Kasih Sayang.” “Sayang aku
tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku,
untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.”
Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:”Aku adalah
Cinta” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.”
“Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku
berguna.”
“Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang
mencintainya, membenci keluarganya. “
Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin
ketiga.
Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan
melihat ketiga Lilin telah padam.
Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh
apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku
takut akan kegelapan!”
Lalu ia mengangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut,
Janganlah menangis,
selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat
selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:
Akulah "HARAPAN"
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin
Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin
lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah "HARAPAN".
yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita
semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak
tersebut, yang dalam situasi apapun mampu
menghidupkan kembali Keindahan, Kasih Sayang
dan Cinta dengan "HARAPAN"-Nya…
Saturday, February 14, 2009
Here I Am
hush at confusion
i am brittle, brittle in emptiness
refract dumb i am sit
wait for crowded incoming
return my heart
so that i shine to break ocean
and back hold my day
Tuesday, February 3, 2009
LIFE not TRUTH
Senyap merayap di setiap sudut kehidupan
Bulir-bulir air mata akan tertuai
Senyum itu kini telah memudar
Tawa Lenyap tertelan bersama Liur usang
Canda mengambang dalam kepunahan
dan Marah siap menerima kerapuhan
Semua terganti dengan Tangis sengsara
Tangis akibat kemunafikan
Kemunafikan yang membelah hati nurani
Tangis akibat kenaifan
Kenaifan yang menduakan perasaan
Tangis akibat kemurtadan
murtad kehidupan
Kehidupan yang diharapkan abadi kini menghilang
Mati terkubur bersama api
Api yang mengganas memakan setiap nyawa
membawa penderitaan yang tak diharapkan untuk kekal
Thursday, January 29, 2009
Vote For Komodo National Park, Indonesia
SEJARAH PULAU KOMODO
Sejak dulu di Pulau Komodo, jajaran Kepulauan Flores, Indonesia, telah muncul kisah tentang naga raksasa. Banyak pelaut yang berkisah bahwa naga ini lebih mirip monster yang menakutkan.Ekornya yang besar bisa merubuhkan seekor kerbau hanya dengan satu kibasan. Rahangnya besar dan kuat, hingga mampu menelan seekor babi hutan dalam satu gerakan. Dan dari mulutnya senantiasa menyemburkan api.Kisah ini beredar luas dan sempat menarik perhatian banyak orang. Namun tak pernah ada yang berani mendekati pulau tersebut untuk membuktikannya. Sampai akhirnya pada 1910-an awal, muncul laporan dari gugus satuan tempur armada kapal Belanda yang bermarkas di Flores tentang makhluk misterius yang diduga “naga” mendiami sebuah pulau kecil di wilayah Kepulauan Sunda Lesser (sekarang jajaran Kepulauan Flores, Nusa Tenggara).Para pelaut militer Belanda tersebut memberi laporan bahwa makhluk tersebut kemungkinan berukuran sampai tujuh meter panjangnya, dengan tubuh raksasa dan mulut yang senantiasa menyemburkan api. Letnan Steyn van Hensbroek, seorang pejabat Administrasi Kolonial Belanda di kawasan Flores mendengar laporan ini dan kisah-kisah yang melingkupi Pulau Komodo. Ia pun merencanakan perjalanan ke Pulau Komodo.Setelah mempersenjatai diri dan membawa satu regu tentara terlatih, ia mendarat di pulau tersebut. Setelah beberapa hari di pulau itu, Hensbroek berhasil membunuh satu spesies aneh itu.Ia membawanya ke markas dan dilakukan pengukuran panjang hasil buruannya itu dengan panjang kira-kira 2,1 meter. Bentuknya sangat mirip kadal. Satwa itu kemudian dipotret (didokumentasikan) oleh Peter A Ouwens, Direktur Zoological Museum and Botanical Gardens Bogor, Jawa. Inilah dokumentasi pertama tentang komodo.Ouwens tertarik dengan temuan satwa aneh tersebut. Ia kemudian merekrut seorang pemburu lihai untuk menangkap spesimen untuknya. Sang pemburu berhasil membunuh dua ekor komodo yang berukuran 3,1 meter dan 3,35 meter, plus menangkap dua anakan, masing-masing berukuran di bawah satu meter.Berdasarkan tangkapan sang pemburu ini, Ouwens melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa komodo bukanlah naga penyembur api, melainkan termasuk jenis kadal monitor (monitor lizard) di kelas reptilia.Hasil penelitiannya ini kemudian dipublikasikan pada koran terbitan tahun 1912. Dalam pemberitaan itu, Ouwens memberi saran nama pada kadal raksasa itu Varanus komodoensis sebagai pengganti julukan Komodo Dragon (Naga Komodo).Sadar arti penting komodo sebagai satwa langka, Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan proteksi terhadap komodo dan Pulau Komodo pada 1915. Jadilah kawasan itu sebagai wilayah konservasi komodo.Temuan komodo sebagai legenda naga yang hidup, memancing rasa ingin tahu dunia internasional. Beberapa ekspedisi ilmiah dari berbagai negara secara bergilir melakukan penelitian di Pulau Komodo.
- Hewan Prasejarah yang Bertahan
- Misteri Pulau Komodo
- Penghuni Pulau Komodo
- Letak Taman Nasional Komodo
Selain satwa khas Komodo, terdapat rusa (Cervus timorensis floresiensis), babi hutan (Sus scrofa), ajag (Cuon alpinus javanicus), kuda liar (Equus qaballus), kerbau liar (Bubalus bubalis); 2 jenis penyu, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis paus dan duyung yang sering terlihat di perairan laut Taman Nasional Komodo.
Loh Liang. Pintu masuk utama untuk kegiatan pengamatan satwa liar pada hutan musim yang dibatasi oleh pantai pasir putih dan wisata budaya.
Pulau Lasa, Pantai Merah, Loh Bo dan Sebita. Menyelam dan snorkeling dengan fasilitas dive shop dan glass bottom boat.
Banu Nggulung. Pengamatan satwa.
Friday, January 23, 2009
My Wings, My Hope
when I choose silent, i get the Calm
when I Run, I feel Free
But...
I Fall down and my body sick
and finally I know
I dont feel Fully freedom
I dont want only have two foots
foot for walk
foot for run
Foot for jump cheerful
Foot to make melody in the earth
But
I want have a wings
two wings that could Appointed me
appointed me until i fly
Fly in the air
As High As Possible in the air
to calm my heart,
peace my soul
I want fly
fly to leave you are
and This earth too
your Stood place
the Space of the contemptible person, dirty human, and Naive people
Let I fly
fly together peaceful
yes peaceful... lasting peaceful
Sunday, January 18, 2009
Mr. OBAMA : "Enormous Challenges Will Not Be Solved Quickly"
The "Obama Express" carrying the 47-year-old former Illinois senator pulled into Union Station at nightfall, ending a day-long 137-mile trip from Philadelphia along the same route that Abraham Lincoln traveled before his own inauguration 147 years ago.
The train, carrying Obama, his wife, Michelle, and their daughters, Malia and Sasha, left Saturday morning from Philadelphia's historic 30th Street Station, and made a stop in Wilmington, Del., to pick up Vice President-elect Joe Biden and his wife, Jill.
It also stopped in Baltimore, where Obama spoke to a crowd that Deputy Fire Chief Raymond O'Brocki estimated at 40,000 people.
Obama, who trumpeted a call for "change" throughout his campaign, called on Americans to have patience and perseverance in the face of economic challenges.
"Let's make sure this election is not the end of what we do to change America, but the beginning," he told a crowd bundled up against the bitter cold.
Many African-Americans among the crowd wept as Obama, who will become the nation's first black president, addressed the audience.
As in Philadelphia, the Democrat referred to the founding fathers who overcame great difficulties in giving birth to a new nation.
"The trials we face are very different now, but severe in their own right," he said, noting the challenge of an economic crisis and two wars. "Only a handful of times in our history has a generation been confronted with challenges so vast. "
"And yet while our problems may be new, what is required to overcome them is not," Obama said. "What is required is the same perseverance and idealism that those first patriots displayed."
He call for a "new declaration of independence, not just in our nation, but in our own lives — from ideology and small thinking, prejudice and bigotry — an appeal not to our easy instincts but to our better angels."
However, the president-elect warned that the enormous challenges will not be solved quickly and that there will be "false starts, and setbacks, frustrations and disappointments. In a journey reminiscent of Abraham Lincoln's train trip along the same route before his inauguration 147 years ago, the train set off from historic 30th Street Station in Philadelphia.
As it slowed in Claymont, Del., crowds bundled up against the bitter cold, cheered as Obama — smiling broadly — waved from an open-air, back platform decorated in red, white and blue bunting.
Likewise, crowds jammed into the small station in Edgewood, Md., shouted "yes, we can" as train moved slowly past, with Obama and Biden waving from the last car.
Obama's stop in Baltimore was the longest of the daylong trip.
The president-elect and his family rode in style aboard a chartered 1930 Pullman train decked out with brass lamps, a bedroom and dining room. The plush, privately owned car has been used in many presidential campaigns, including by George H.W. Bush in 1992.
On board were special guests, including former Army officer Matt Kuntz of Helena, Mont., who began promoting better mental health services and screening for soldiers returning from Iraq after his stepbrother committed suicide; Case Western Reserve University history professor Lisa Hazirjian, who worked for the campaign recruiting gay and lesbian volunteers in Ohio and Pennsylvania; and Lilly Ledbetter of Jacksonville, Ala., who sued Goodyear Tire & Rubber Co., for sex discrimination.
While the train replicated part of Lincoln's pre-White House railroad journey to Washington from Illinois in 1861, and security was high, the Obama trip was absent the emotions that raged in the country in the lead up to the Civil War.
The fears of a possible assassination plot against the incoming 14th president were so high that Lincoln eventually agreed to change his plans and travel the last leg through Baltimore incognito and on a different train to the capital. The only major problems thus far for the Obama inaugural events is a forecast of freezing temperatures for Tuesday's ceremony and the expected crush of visitors to the nation's capital.
Somewhere between 1 million and 2 million people are expected to make their way to Washington for the swearing-in ceremony and inaugural parade. Some 240,000 tickets have been issued for the festivities at the Capitol, with 28,000 seats.
On Sunday, Obama will attend a star-studded concert at the Lincoln Memorial, and on Tuesday, he will be sworn into office with his hand on Lincoln's Bible.
In his weekly Saturday radio and Internet address, Obama said his inauguration Tuesday is a rite of passage that the country marks every four years as a testament to its democratic ideals. He cautioned that its tradition should not be taken for granted.
"We must remember that our nation was founded at a time of kings and queens, and even today billions of people around the world cannot imagine their leaders giving up power without strife or bloodshed," Obama said.
He noted that peaceful transfers between U.S. presidents have come regardless of circumstance.
"Inaugurations have taken place during times of war and peace, in depression and prosperity," Obama said. "Our democracy has undergone many changes, and our people have taken many steps in pursuit of a more perfect union. What has always endured is this peaceful and orderly transition of power. While the inauguration ceremonies are taking center stage, the Obama team is also moving along on the governing track. On Friday, the Senate agreed to give him access to the second half of last fall's $700 billion financial industry bailout and House Democrats unveiled an $825 billion stimulus package.
One of the largest bills ever to make its way through Congress, it calls for federal spending of roughly $550 billion and tax cuts of $275 billion over the next two years to revive the sickly economy. It also focuses heavily on energy, education, health care and jobs-producing highway construction.
Seeking to counter critics' claims of excessive spending and too few tax cuts, Obama cast the package as necessary to create long-lasting, well-paying jobs in industries such as alternative energy, and help hard-hit industrial states such as Ohio now and in the future.
Also Friday, two U.S. officials said Obama was preparing to prohibit the use of waterboarding and harsh interrogation techniques by ordering the CIA to follow military rules for questioning prisoners.
The proposal Obama is considering would require all CIA interrogators to follow conduct outlined in the U.S. Army Field Manual, the officials said. The plans would also have the effect of shutting down secret "black site" prisons around the world, they said.
The new rules would abandon a part of outgoing President George W. Bush's counterterrorism policy that has been condemned internationally.
Thursday, January 15, 2009
I'm BACK
But i just wanna say sorry because now i cant make some post.